Jakarta (ANTARA) - Liga Arab didirikan pada 1945 untuk memajukan kerja sama regional dan menyelesaikan perselisihan, terutama konflik Israel-Palestina.
Sebanyak 22 negara anggota Liga Arab, termasuk Palestina, secara konsisten mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.
Liga Arab bersama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pun bertindak cepat dalam merespons perang antara kelompok perjuangan Palestina, Hamas, dan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 dengan menyelenggarakan KTT gabungan luar biasa.
KTT yang diselenggarakan di Riyadh, Arab Saudi, pada November 2023 itu menunjukkan persatuan sikap dan posisi negara-negara Arab dan Muslim atas agresi Israel ke Gaza serta wilayah lain di Palestina melalui 31 butir resolusi yang dihasilkan.
Resolusi tersebut antara lain berisi kecaman keras terhadap agresi Israel di Gaza, pengusiran 1,5 juta warga Palestina dari wilayah Gaza utara ke selatan, serta pembunuhan warga sipil di Gaza.
Selain itu, Liga Arab dan OKI meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi tegas soal konflik Israel-Palestina.
Menurut Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, yang turut hadir dalam pertemuan, resolusi tersebut merupakan “pesan paling keras yang pernah dilakukan OKI”.
Retno bersama menlu Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar, Turki, dan Nigeria mendapat mandat untuk memulai tindakan atas nama OKI dan Liga Arab untuk menghentikan perang di Gaza serta memulai proses perdamaian.
Para utusan negara-negara OKI dan Liga Arab itu kemudian melakukan perjalanan ke lima negara anggota tetap DK PBB (P5) yaitu China, Rusia, Inggris, Prancis, dan AS untuk membantu mengupayakan proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Menlu Retno pun menggunakan setiap kesempatan dengan mitra-mitranya untuk menyampaikan pesan dari KTT Liga Arab-OKI, termasuk ketika mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral dengan Presiden AS Joe Biden di Washington DC pada November 2023.
Momentum tersebut sangat penting karena AS merupakan sekutu utama Israel, yang terus mendanai dan menyuplai senjata bagi Tel Aviv dalam agresinya terhadap Palestina.
Kemudian pada Mei 2024, Liga Arab kembali menggelar KTT di Manama, Bahrain, yang menghasilkan 22 poin deklarasi.
Salah satu poin penting dari Deklarasi Manama yaitu menyerukan pengerahan pasukan penjaga perdamaian PBB di Palestina, sebelum menerapkan solusi dua negara.
Selain itu, Liga Arab menyerukan penarikan pasukan pendudukan Israel dari Kota Rafah di Jalur Gaza selatan guna memungkinkan akses masuk bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong Palestina itu.
Liga Arab juga mendesak semua faksi Palestina untuk bergabung di bawah payung Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang didominasi oleh gerakan Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.
Liga Arab menganggap PLO adalah satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina.
Selanjutnya pada Juli 2024, setelah konferensi ke-96, Liga Arab memutuskan untuk memberlakukan boikot terhadap produk-produk Israel dan sekutunya.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Mesir, Asisten Sekretaris Liga Arab untuk Palestina dan wilayah Arab yang diduduki, Duta Besar Saeed Abu Ali, menegaskan pentingnya memperkuat gerakan boikot kepada Israel.
Dia juga menekankan urgensi tindak lanjut dari langkah boycott, divestment and sanctions (BDS) guna menghadapi pendudukan, kolonialisme, dan kejahatan apartheid Israel.
Liga Arab menyoroti kerja sama dengan OKI untuk terus mengembangkan mekanisme boikot, dengan harapan muncul integrasi gerakan boikot dengan aksi negara-negara Arab dan kelompok internasional.
Dengan tegas, Liga Arab terus mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dan memperoleh kedaulatan.
Liga Arab menyerukan dukungan internasional terhadap perjuangan sah Palestina melawan pendudukan Israel, dan hak mereka atas negara merdeka.
Organisasi regional itu turut mendesak DK PBB untuk tidak gagal dalam tanggung jawabnya menjaga perdamaian dan keamanan internasional, mengambil putusan yang mengikat untuk menghentikan kejahatan Israel yang sistematis dan meluas terhadap rakyat Palestina—yang membahayakan perdamaian dan keamanan kawasan dan global.
Liga Arab juga mendesak AS dan negara-negara pendukung Israel agar mematuhi hukum internasional dan hukum humaniter internasional.
Lebih lanjut, Liga Arab memuji upaya yang dilakukan Afrika Selatan dalam kasusnya melawan Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dan mendukung perjuangan tuntutan genosida terhadap Israel.
Kelompok itu menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk mewujudkan keamanan, stabilitas, dan perdamaian di kawasan adalah dengan mewujudkan kebebasan dan kemerdekaan Palestina, dengan mengakhiri pendudukan Israel.
Efektif?
Berbagai upaya diplomasi, pendekatan politik dan ekonomi yang dilakukan Liga Arab serta negara-negara Muslim tampaknya tidak cukup kuat untuk meredakan konflik Israel-Palestina.
Buktinya, Israel terus melancarkan serangan ke Jalur Gaza, yang hingga kini telah menewaskan sedikitnya 41.800 korbabn dan melukai 96.800 orang lainnya.
Serangan Israel bahkan meluas ke Lebanon dan Iran, menimbulkan ancaman yang makin serius di Timur Tengah.
Bahkan, meskipun Mesir dan Qatar yang merupakan anggota Liga Arab sempat menyukseskan negosiasi gencatan senjata sementara di Gaza—rupanya upaya itu tidak cukup untuk menghentikan sepenuhnya gempuran Israel.
Israel, yang jelas tidak menghormati hukum internasional, juga tidak berniat menaati resolusi DK PBB soal gencatan senjata di Gaza.
Selama negara-negara sekutu seperti AS, Prancis, Inggris, Kanada, dan Jerman terus memberikan dukungan uang dan senjata bagi Israel, tidak ada tanda-tanda perang di Gaza akan berakhir.
Negara-negara itu pun malah membenarkan tindakan Israel atas dasar “membela diri” dari serangan Hamas.
Pandangan dan kebijakan para sekutu Israel itu justru kontraproduktif terhadap berbagai upaya regional dan internasional yang dipromosikan oleh negara-negara Liga Arab serta sebagian besar anggota PBB lainnya.