Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menyampaikan, hasil kajian yang dilakukan Ombudsman RI terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan terhadap pekerja informal atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah.
Hal itu disampaikan Ribka menanggapi hasil “Kajian Sistemik terkait Potensi Maladministrasi pada Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terhadap Pekerja Informal”, diikuti secara daring di Jakarta pada Selasa.
Baca juga: Bima Arya mengajak kepala daerah dan pemerintah tonton film "NSDR"
Pada kesempatan tersebut, ia turut mengapresiasi Ombudsman RI yang telah melaksanakan salah satu tugasnya berupa kajian terhadap pelayanan publik oleh kementerian/lembaga.
“Kami dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang baru saja mendapatkan laporan ini, sehingga mungkin ini akan menjadi salah satu bahan kajian kami terhadap pelaksanaan pelayanan publik sebagaimana tugas dari Kemendagri adalah mengawasi jalannya pemerintahan daerah di 38 provinsi dan 500 sekian kabupaten/kota,” kata Ribka.
Ia menambahkan, hasil kajian dari Ombudsman RI juga akan terus diperdalam oleh pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait. Dalam hal ini, Kemenadagri juga akan terus melakukan pendampingan-pendampingan pada pemerintah daerah dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Tentunya bukan hal yang mudah dalam pelaksanaan ini karena kita memiliki luasan pulau dan penyebaran populasi penduduk sebanyak 200 sekian juta jiwa yang harus mendapatkan pelayanan publik, dalam hal ini di bidang ketenagakerjaan bagi masyarakat kita yang melaksanakan aktivitasnya sehari-hari,” kata dia.
Terkait dengan universal health coverage (UHC), Ribka menyebutkan bahwa cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan secara nasional sudah mencapai sekitar 96 persen dan diharapkan dapat mencapai 100 persen.
Namun di sisi lain, cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan masih belum optimal yakni baru mencapai sekitar 41,2 persen dari total jumlah pekerja di Indonesia. Padahal, banyak pekerja terutama pekerja informal di luar sistem pemerintahan yang telah memberikan kontribusi.
Baca juga: Kemendagri jelaskan 19 ASN pelanggar netralitas sudah diberi hukuman
“Berarti ada 60 persen yang harus kita kerjakan bersama. Tentunya dalam pelaksanaan ini, kita bersinergi dengan pemerintah daerah,” ujar Ribka.
Ia pun berharap, kementerian/lembaga dapat terus bersinergi dengan baik dan melaksanakan tugas pendampingan menuju cita-cita Indonesia Emas 2045. Apalagi, program hasil cepat (quick win) yang diusung Presiden Prabowo Subianto mengharapkan adanya kerja cepat untuk melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat.
Sebelumnya, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyampaikan bahwa hasil kajian yang dilakukan lembaganya dapat menjadi saran perbaikan bagi kementerian/lembaga, baik tingkat pusat maupun daerah.
Ia menilai, kebijakan terkait dengan penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial (jamsos) ketenagakerjaan bagi pekerja informal harus terus disempurnakan. Selain itu, Najih juga memandang perlunya peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam pelaksanaan penerima bantuan iuran (PBI) jaminan sosial ketenagakerjaan di daerah.
Menurut Ombudsman RI, sosialisasi dan edukasi juga masih perlu dilakukan secara terus-menerus terkait dengan kepesertaan jaminan sosial mulai dari mekanisme pendaftaran, besarnya iuran, sampai kepada manfaat yang dapat dari perlindungan ketenagakerjaan.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi III DPR tak setuju Polri di bawah Kemendagri