Jakarta (ANTARA) - Populix merilis laporan bertajuk "Navigating Economic and Security Challenges in 2025", yang mengungkapkan bahwa 62 persen responden khawatir pekerjaan mereka akan tergusur oleh kecerdasan artifisial (AI).
VP of Research Populix Indah Tanip menjelaskan sebanyak 34 persen responden mengungkap mengenai isu keamanan pekerjaan. Mereka merasa tertekan untuk beradaptasi dengan pekerjaan yang lebih mengutamakan fleksibilitas ketimbang stabilitas.
"Hal ini disebabkan meningkatnya pekerjaan serabutan, pekerjaan kontrak, dan PHK yang membuat banyak orang merasa kurang kendali. Kemudian diperparah dengan teknologi kecerdasan buatan yang berkembang dengan sangat pesat," kata dia dalam rilis pers, Jumat.
Karena berbagai alasan tersebut, sekitar 62 persen responden merasa terancam akan kehilangan pekerjaan karena digantikan teknologi AI.
Ada lima alasan utama yang mendasari kekhawatiran ini. Dimulai dari ketakutan digantikan dengan mesin yang lebih baik, akurat, dan terjangkau (72 persen) juga kesulitan bersaing dengan mesin yang mampu bekerja tanpa lelah (62 persen).
Kemudian 60 persen responden merasa perkembangan AI yang terlalu canggih bisa menjadi ancaman bagi manusia.
Hadirnya AI juga dinilai dapat meningkatkan kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakstabilan sosial (52 persen).
Faktor kemiskinan didasari oleh ketakutan kehilangan pekerjaan, sedangkan perihal ketidaksetaraan disebabkan hadirnya biaya langganan untuk akses ke versi AI yang lebih mutakhir, yang tidak dimiliki oleh semua orang.
Hal ini ditegaskan oleh alasan terakhir, yaitu ketidakmampuan untuk bersaing maupun bekerja berdampingan dengan AI karena kurangnya kemampuan, yang diungkapkan oleh 46 persen responden.
Guna menanggulangi risiko ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan komitmennya untuk terus mendukung pengembangan sumber daya manusia digital di Indonesia.
Bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), serta Kementerian Kebudayaan, Kemnaker memberikan berbagai kursus juga pelatihan melalui talenthub, talent corner, juga balai-balai yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pelatihan ini diberikan kepada pencari kerja khususnya generasi Z untuk menghadapi dunia kerja digital dan AI.
Saat ini Kemnaker juga sedang menyiapkan regulasi untuk melindungi para pekerja digital di Indonesia.
Kemnaker sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) dan peraturan perundangan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan digital juga melindungi para pekerja.
Laporan Navigating Economic and Security Challenges in 2025 disusun dengan menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dimulai dengan enam mini focus group discussion (FGD) untuk menggali tren dan isu secara mendalam.
Lalu dilanjutkan survei kepada 1.190 responden dari seluruh Indonesia untuk memvalidasi temuan dan menentukan tren, sepanjang Agustus hingga September 2024.
Jumlah peserta survei seimbang antara laki-laki dan perempuan, dan meliputi kalangan menengah ke atas.
Selain isu keamanan pekerjaan, laporan ini mengungkap tiga isu utama lainnya, yaitu keamanan siber (67 persen), keamanan kesehatan (49 persen), dan dampak ekonomi digital (47 persen).