Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengingatkan polisi tidak memanfaatkan pemeriksaan narkoba untuk memeras masyarakat.
Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mengatakan hal tersebut seiring dengan kasus pemerasan oleh 18 polisi terhadap 45 warga negara Malaysia saat konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta pada tanggal 13—15 Desember 2024, yang menjadi sorotan media internasional.
"Bahkan, ada korban yang sudah dinyatakan negatif, tetapi tetap diperas. Jika tidak mau bayar, mereka akan ditahan. Ini modus yang dilakukan dan sudah disuarakan para korban," kata pria yang akrab disapa Gus Abduh tersebut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Gus Abduh menuturkan bahwa warga Malaysia yang menjadi korban ramai bersuara, khususnya di jagat digital. Mereka mengaku awalnya polisi meminta mereka menjalani tes narkoba. Namun, setelah itu, polisi meminta uang dan hasil pemerasan tersebut mencapai Rp2,5 miliar.
Wakil rakyat ini menilai pemeriksaan narkoba merupakan langkah yang baik untuk mencegah peredaran narkoba dan memang menjadi tugas kepolisian.
Akan tetapi, kata dia, langkah yang baik itu akan rusak jika disalahgunakan, yaitu dengan memeras atau meminta uang kepada pihak yang menjalani tes narkoba.
Baca juga: Pelaku kejahatan jalanan di Sumut mayoritas pengguna narkoba
"Maka, saya meminta pemeriksaan narkoba jangan dimanfaatkan untuk memeras masyarakat. Apalagi, yang menjadi korban adalah warga negara asing, jelas akan makin ramai," tutur dia.
Ia mengapresiasi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Markas Besar (Mabes) Polri yang melakukan langkah cepat dengan memeriksa semua terduga pelaku dan melaksanakan sidang etik untuk para polisi yang diduga melakukan pemerasan.
Ditekankan pula bahwa pelaku harus ditindak tegas dan dijatuhi sanksi sesuai dengan tindakan yang mereka lakukan karena pemerasan merupakan tindak pidana yang tidak boleh dibiarkan.
Dengan demikian, sambung dia, pelaku bisa dipecat dan dijatuhi pidana. Apalagi, bagi para atasan yang memberikan perintah pemerasan, mereka harus dihukum lebih berat karena telah memerintahkan anak buahnya untuk melakukan kejahatan.
Dalam rilisnya, dia menyebutkan terdapat tiga perwira berpangkat ajun komisaris besar polisi (AKBP) yang diduga terlibat dalam pemerasan terhadap penonton DWP dari Malaysia. Mereka harus mempertanggungjawabkan tindakannya.
"Mereka sudah mencoreng citra polisi dan nama baik Indonesia di mata dunia. Mereka harus disanksi tegas dan ini harus menjadi pembelajaran," katanya.
Baca juga: Ada dua klaster soal dugaan pemerasan di acara DWP