Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Subarudi menjelaskan keberadaan pagar laut tidak hanya berdampak kepada lingkungan atau ekologi, tapi juga sosial dan ekonomi terhadap wilayah sekitar.
Dalam diskusi daring yang dipantau dari Jakarta, Kamis, Peneliti Senior Pusat Riset Kependudukan BRIN Prof Subarudi mengatakan keberadaan pagar laut seperti yang ditemukan di perairan Tangerang, Banten dan Bekasi di Jawa Barat membawa dampak serius bagi lingkungan laut, termasuk kerusakan ekosistem terumbu karang sekitar.
"Pola arus berubah, lamun sebagai habitat ikan juga rusak dan mengganggu ekosistem laut," katanya.
Menurutnya, keberadaan pagar laut yang dapat menjadi awal dari upaya reklamasi, juga dapat mengancam keadilan akses sumber daya bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan kehidupan pada laut.
Dia mengatakan keberadaan pagar laut, termasuk di Tangerang, yang dalam proses pembongkaran oleh TNI Angkatan Laut, memperlihatkan isu pada tata kelola ruang publik, keadilan sosial. dan keberlanjutan ekosistem.
Baca juga: Menteri LH menyegel area reklamasi perairan Pal Jaya Bekasi
"Adanya berbagai pihak yang saling klaim kepemilikan memberikan dampak sosial-ekologi yang signifikan," jelasnya.
Pemagaran wilayah perairan, kata dia, merupakan sebuah kontradiksi dengan prinsip pemanfaatan umum kawasan pesisir yang dijamin oleh pemerintah daerah. Pemblokiran akses ke jalur laut juga secara khusus akan memberikan dampak kepada kondisi masyarakat lokal yang sudah rentan.
Dia merujuk kepada estimasi sementara Ombudsman RI yang memperkirakan kerugian nelayan sebesar Rp9 miliar selama tiga bulan terakhir akibat pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang.
Sebelumnya TNI AL telah melakukan pembongkaran terhadap pagar bambu yang berada di perairan Kabupaten Tangerang sepanjang 18,7 kilometer dari total panjang 30,16 kilometer.
Proses investigasi juga masih terus berlanjut mengenai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pembangunan pagar laut itu oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di wilayah perairan itu.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) sendiri sebelumnya memastikan bahwa pagar tersebut tidak memiliki dokumen lingkungan yang diperlukan sehingga masuk dalam kategori ilegal.
Baca juga: Komisi III DPR meminta kasus pagar laut diusut tuntas