Pontianak (ANTARA) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Barat menekankan pentingnya penerapan manajemen risiko dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Keamanan pangan, rantai pasok, dan distribusi menjadi risiko utama yang perlu dimitigasi, dengan proyeksi risiko bergeser ke aspek kecukupan gizi, rantai pasok, dan lingkungan dalam tiga hingga lima tahun ke depan," kata Kepala Perwakilan BPKP Kalbar, Rudy M. Harahap.
Rudy di diskusi Anindhacitya Kalimantan Barat Tanya Bincang ke-6 yang digelar oleh Deputi Bidang Investigasi BPKP bersama Perwakilan BPKP Kalbar, Jumat, yang bertajuk Fraud Control Plan Lintas Sektor: Aksi Kolektif dan Kolaboratif Mengawal Program MBG, menegaskan keterlibatan seluruh pihak sangat penting dalam mengelola program itu.
Terutama, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada, dia mengutip kajian Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang menyebutkan bahwa program MBG berpotensi menciptakan hingga 1,9 juta lapangan pekerjaan di sektor agrikultur serta menurunkan angka kemiskinan hingga 5,8 persen.
Namun, menurut dia, manfaat tersebut hanya dapat terwujud jika program dijalankan dengan prinsip tata kelola yang baik.
Untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program, DEN merekomendasikan audit rutin dan business process review oleh BPKP secara kolaboratif dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) daerah.
Di tempat yang sama, Inspektur Daerah Kabupaten Kubu Raya, H.Y. Hardito, menyoroti potensi risiko kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan MBG, yang harus dikelola secara sistematis.
"Selain strategi dalam mengelola risiko, diperlukan peningkatan pengawasan terhadap risiko fraud," ujar Hardito.
Sementara itu, Praktisi Manajemen Risiko, Agus Parwanto, menekankan bahwa peran aktif APIP sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko kecurangan dan menjaga integritas pemerintahan.
"Pengelolaan risiko yang baik akan memastikan manfaat program MBG dapat dirasakan secara optimal oleh masyarakat," katanya.*