Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap penanganan bencana di Pulau Sumatra dijalankan berbasis HAM dengan memastikan masyarakat yang terdampak bencana direspons dalam situasi secara bertahap.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyebutkan dalam instrumen HAM internasional, sudah terdapat berbagai prinsip penanganan bencana.
"Jadi dilakukan tanggap darurat seperti saat ini ya. Memastikan hak untuk kebutuhan sehari-hari itu dipenuhi," kata Anis saat ditemui di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan hak kebutuhan sehari-hari dimaksud, yakni hak atas pangan yang sehat, hak atas air bersih, hingga hak kebutuhan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, maupun disabilitas).
Hak untuk perempuan, kata dia, antara lain terkait kebutuhan bagi perempuan yang sedang menstruasi. Sementara hak untuk kelompok disabilitas dan lansia, yakni salah satunya terkait cara untuk mengevakuasi di tengah bencana.
Anis menuturkan evakuasi kelompok disabilitas dan lansia membutuhkan upaya yang lebih ekstra lantaran kelompok tersebut berbeda dengan masyarakat secara umum.
Selain hak dalam jangka pendek, dia mengingatkan hak asasi lainnya yang juga harus dipenuhi berupa hak dalam jangka menengah dan panjang, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, serta hak atas tempat tinggi.
"Jadi nanti perlu diidentifikasi sarana-sarana publik yang mengalami kerusakan karena itu kalau tidak ditangani segera bisa menghambat pemenuhan HAM," ucap dia.
Baca juga: Komnas Perempuan RI gencarkan sosialisasi pencegahan terjadinya perkawinan anak
Baca juga: Komnas HAM perjuangkan hak konstitusional kelompok rentan di Kalbar
Dengan demikian, ia menilai dimensi penanganan bencana yang harus diperhatikan sangat banyak. Dia mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah memiliki prosedur operasional standar (SOP) mengenai hal itu.
Kendati sudah adanya SOP, Anis mengingatkan hal yang menjadi penting, yakni memastikan agar ke depannya penanganan bencana berbasis HAM bisa terus dijalankan oleh BNPB.
Di sisi lain, dirinya pun berharap komitmen bersama untuk menjaga lingkungan bisa terus didorong, mengingat adanya dugaan bencana yang terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh tersebut merupakan bencana ekologi.
'Sepertinya ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab gitu ya, sehingga terjadi deforestasi dan lain-lain yang memicu adanya bencana banjir," ungkap Anis.
Adapun berdasarkan data per Senin (1/12) pukul 17.00 WIB, total korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan longsor di Pulau Sumatra mencapai 604 jiwa, dan 468 jiwa masih dinyatakan hilang.
Baca juga: Komnas HAM perjuangkan hak konstitusional kelompok rentan di Kalbar
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari memerinci di Sumatera Utara sebanyak 283 meninggal, 173 hilang; di Aceh sebanyak 156 meninggal dunia dan 181 orang hilang; dan di Sumatra Barat tercatat 165 jiwa meninggal dunia dan 114 orang masih hilang.
Dia menyebutkan tim gabungan BNPB, TNI, Polri, Basarnas, kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah terus bekerja mempercepat operasi pencarian, pertolongan, penyaluran logistik, dan pembukaan akses wilayah terdampak.
Abdul menjelaskan, di Sumatra Utara, pengungsi tersebar di beberapa titik, antara lain 15.765 jiwa di Tapanuli Utara, 2.111 jiwa di Tapanuli Tengah, 1.505 jiwa di Tapanuli Selatan, 4.456 jiwa di Kota Sibolga, 2.200 jiwa di Humbang Hasundutan, dan 7.194 jiwa di Mandailing Natal.
Baca juga: Komnas HAM maksimalkan program Sekolah Ramah HAM
