Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggencarkan skrining terhadap anak SMA dan mahasiswa untuk mengantisipasi tingginya angka penderita talasemia yang diketahui perawatannya membutuhkan biaya yang sangat besar.
"Kami menekankan pentingnya melakukan skrining sejak dini untuk menekan angka penyandang talasemia di Kalimantan Barat," kata Pj Gubernur Kalimantan Barat, Harisson, saat menghadiri peluncuran buku "Tekad Bunda Merawat Asa" dalam rangka Peringatan Hari Talasemia Sedunia di Pontianak, Selasa.
Harisson menjelaskan, kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan skrining sejak dini untuk menurunkan angka penyandang talasemia di Kalimantan Barat.
"Hari ini kita memperingati hari talasemia sedunia, penyakit ini merupakan ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi darah. Jadi penderita talasemia ini harus melakukan transfusi darah seumur hidupnya, setiap bulan harus melakukan transfusi atau kadang-kadang ada yang sebulan dua kali," tuturnya.
Jika masih anak-anak, lanjutnya, setidaknya memerlukan dua kantong darah, tapi kalau sudah makin besar bisa butuh sekitar empat kantong darah dalam sekali transfusi. "Di samping itu mereka juga memerlukan obat-obatan dan memerlukan klasi besi dan asam folat serta peralatan peralatan pendukung dalam melakukan transfusi darah," jelasnya.
Harisson mengatakan dalam upaya untuk menurunkan talasemia, pihaknya menggencarkan skrining terhadap anak SMA dan mahasiswa, dan jika hasilnya positif "carrier" maka diharapkan tidak menikah dengan sesama pengidap talasemia agar nantinya akan melahirkan anak yang lebih sehat.
"Jangan sampai nanti yang carrier menikah dengan yang carrier juga, sehingga anaknya nanti menjadi anak talasemia mayor. Dilakukannya skrining adalah agar di Kalimantan Barat tidak ada yang terkena talasemia atau zero talasemia," ujarnya.
"Untuk pelayanan bagi penderita talasemia di beberapa daerah masih sulit khususnya daerah terpencil dalam melakukan transfusi darah ataupun pelayanan obat-obatan. Untuk itu saya minta dilakukan terobosan-terobosan untuk mempermudah mereka mendapatkan pelayanan dan akses transfusi ataupun pelayanan obat-obatan, dan saya sudah meminta kepala dinas kesehatan, rumah sakit dan BPJS agar meningkatkan pelayanan mereka," katanya.
Di tempat yang sama, pendiri Yayasan Talasemia Ruswandi mengatakan hingga 2023 tercatat ada 13.106 penyandang talasemia mayor dan dari tahun ke tahun dikhawatirkan terus bertambah. "Kenaikan yang terjadi dari tahun 2022-2023 cukup lumayan yaitu mencapai 7 sampai 10 persen," sebutnya.
Untu pencegahan, menurut dia, tidak ada jalan selain melalui proses skrining. "Karena kita tidak bisa melihat yang namanya pembawa itu secara kasat mata, jadi dia harus melalui proses laboratorium untuk dicek darahnya, apakah dia pembawa sifat atau bukan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Kami menekankan pentingnya melakukan skrining sejak dini untuk menekan angka penyandang talasemia di Kalimantan Barat," kata Pj Gubernur Kalimantan Barat, Harisson, saat menghadiri peluncuran buku "Tekad Bunda Merawat Asa" dalam rangka Peringatan Hari Talasemia Sedunia di Pontianak, Selasa.
Harisson menjelaskan, kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan skrining sejak dini untuk menurunkan angka penyandang talasemia di Kalimantan Barat.
"Hari ini kita memperingati hari talasemia sedunia, penyakit ini merupakan ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi darah. Jadi penderita talasemia ini harus melakukan transfusi darah seumur hidupnya, setiap bulan harus melakukan transfusi atau kadang-kadang ada yang sebulan dua kali," tuturnya.
Jika masih anak-anak, lanjutnya, setidaknya memerlukan dua kantong darah, tapi kalau sudah makin besar bisa butuh sekitar empat kantong darah dalam sekali transfusi. "Di samping itu mereka juga memerlukan obat-obatan dan memerlukan klasi besi dan asam folat serta peralatan peralatan pendukung dalam melakukan transfusi darah," jelasnya.
Harisson mengatakan dalam upaya untuk menurunkan talasemia, pihaknya menggencarkan skrining terhadap anak SMA dan mahasiswa, dan jika hasilnya positif "carrier" maka diharapkan tidak menikah dengan sesama pengidap talasemia agar nantinya akan melahirkan anak yang lebih sehat.
"Jangan sampai nanti yang carrier menikah dengan yang carrier juga, sehingga anaknya nanti menjadi anak talasemia mayor. Dilakukannya skrining adalah agar di Kalimantan Barat tidak ada yang terkena talasemia atau zero talasemia," ujarnya.
"Untuk pelayanan bagi penderita talasemia di beberapa daerah masih sulit khususnya daerah terpencil dalam melakukan transfusi darah ataupun pelayanan obat-obatan. Untuk itu saya minta dilakukan terobosan-terobosan untuk mempermudah mereka mendapatkan pelayanan dan akses transfusi ataupun pelayanan obat-obatan, dan saya sudah meminta kepala dinas kesehatan, rumah sakit dan BPJS agar meningkatkan pelayanan mereka," katanya.
Di tempat yang sama, pendiri Yayasan Talasemia Ruswandi mengatakan hingga 2023 tercatat ada 13.106 penyandang talasemia mayor dan dari tahun ke tahun dikhawatirkan terus bertambah. "Kenaikan yang terjadi dari tahun 2022-2023 cukup lumayan yaitu mencapai 7 sampai 10 persen," sebutnya.
Untu pencegahan, menurut dia, tidak ada jalan selain melalui proses skrining. "Karena kita tidak bisa melihat yang namanya pembawa itu secara kasat mata, jadi dia harus melalui proses laboratorium untuk dicek darahnya, apakah dia pembawa sifat atau bukan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024