Sleman (ANTARAKalbar ) - Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Rimawan
Pradiptyo Ph.D menyatakan konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia yang
terus meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan beban subsidi
pemerintah semakin besar.
"Karenanya di tengah naiknya harga minyak dunia, pemerintah
semestinya tidak boleh ragu untuk menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM)," kata Rimawan Pradiptyo, Ph.D pada Seminar Nasional "Krisis
Energi Dunia dan Rencana Pemerintah Menaikkan Harga BBM", yang
diselenggarakan Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan
(IKAMI Sulsel), Selasa.
Menurut dia, konsumsi BBM di Indonesia sudah masuk pada kategori
yang tidak rasional, karena hampir-hampir tidak ada pembatasan dalam
mengkonsumsi barang yang disubsidi pemerintah itu.
"Dengan tidak adanya pembatasan itu, subsidi BBM sebesar Rp129,7
triliun yang ditetapkan dalam RAPBN 2011, pada realisasinya membengkak
menjadi Rp165 triliun, hal inilah yang terus memberatkan keuangan
negara," katanya.
Ia mengatakan, subsidi BBM tersebut sebenarnya justru banyak
dinikmati masyarakat berpendapatan menengah ke atas daripada masyarakat
berpendapatan rendah.
"Idealnya subsidi itu disalurkan langsung kepada rumah tangga dan
bukan pada barang yang merupakan kebijakan warisan Orde Baru. Akan lebih
baik bila subsidi BBM ini dialihkan ke sektor lain yang dibutuhkan
masyarakat, sektor pendidikan misalnya," katanya.
Rimawan mengatakan, pencabutan subsidi BBM bukan berarti ideologi yang dianut pemerintah menjadi neolib.
"Beberapa kalangan berpikir hitam putih dengan membenturkan neolib
dengan kerakyatan, padahal mengikuti pasar tidak selamanya menjadi
kapitalis. Negara-negara di Eropa umumnya penganut paham sosialis dengan
welfare state-nya, namun BBM yang berlaku di negara mereka tidak ada
yang bersubsidi, begitu juga Vietnam dan China yang notabene negara
komunis tetapi tetap menghilangkan subsidi BBM untuk warganya," katanya.
Sementara Pejabat Senior Bank Indonesia Yogyakarta Fadil Nugroho
tidak menolak bahwa kenaikan harga BBM yang berdampak pada inflasi di
dalam negeri.
"Apalagi barang-barang yang diperdagangkan di dalam negeri
cenderung tidak peka terhadap krisis energi. Begitu harga BBM naik, maka
harga kebutuhan lain juga ikut naik," katanya.
Menurut dia, bila pemerintah ingin menaikkan harga BBM, maka semestinya menunggu saat yang tepat.
"Pada Juni masyarakat memiliki kebutuhan tinggi terkait tahun
ajaran baru, begitu pun Juli yang telah memasuki bulan puasa. Bulan yang
paling tepat untuk menaikkan harga BBM adalah Oktober dimana tidak ada
dampak inflasi yang cukup tinggi pada saat itu," katanya. (ANT)
Pengamat : Konsumsi BBM Meningkat, Subsidi Membengkak
Rabu, 25 April 2012 11:03 WIB
Dengan tidak adanya pembatasan itu, subsidi BBM sebesar Rp129,7 triliun yang ditetapkan dalam RAPBN 2011, pada realisasinya membengkak menjadi Rp165 triliun, hal inilah yang terus memberatkan keuangan negara