Jakarta (ANTARA Kalbar) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama tidak hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputera, dan Bintang Gerilya saja.
"Pasal 33 ayat (6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat yaitu: sepanjang tidak dimaknai, 'Hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputera, dan Bintang Gerilya'," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan amar putusan pengujian UU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan di Jakarta, Rabu.
Dalam pertimbangannya, mahkamah menilai semangat menghargai para pejuang kemerdekaan adalah cerminan atas pengakuan Pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan oleh mereka yang telah mengorbankan harta, raga, bahkan jiwa untuk kemerdekaan.
"Penghargaan yang sama harus juga diberikan kepada mereka yang telah berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan itu dengan cara bergerilya. Oleh karena itu, adalah wajar dan adil bagi mereka jika diberi penghargaan atas jasa dan pengorbanannya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama," kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan pertimbangannya.
Hamdan mengatakan bahwa MK tidak menafikan pentingnya perjuangan yang dilakukan dengan cara selain gerilya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, namun perjuangan gerilya merupakan perjuangan bersenjata garis terdepan yang banyak mengorbankan nyawa.
"Jasa pejuang gerilya yang tewas dalam pertempuran, maupun yang selamat dan hingga kini masih hidup tidaklah dapat dibeda-bedakan," katanya.
Dalam pengujian UU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ini diajukan oleh Dewan Pengurus Pusat Legiun Veteran RI (LVRI) yaitu Letjen TNI (Purn) Rais Abin dan Mayjen TNI (Purn) Soekotjo Tjokroatmodjo, Laksamana (Purn) Wahyono.
Para pemohon ini menguji Pasal 33 ayat (6) dan Pasal 43 ayat (7) UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Namun MK hanya mengabulkan pengujian Pasal 33 ayat (6) saja, sedangkan Pasal 43 ayat (7) ditolak oleh MK.
Dalam permohonannya, para pemohon menilai penerima gelar Bintang Gerilya selama perjuangan kemerdekaan periode 1945-1949 - merasa hak konstitusionalnya dirugikan lantaran tak bisa dimakamkan di TMPN Utama yaitu Taman Makam Pahlawan Nasional (TPMN) Kalibata lantaran hingga kini TMPN Utama belum ditetapkan.
Menurut pemohon, Pasal 33 ayat (6) UU Gelar itu bersifat diskriminatif karena hanya penerima gelar, tanda kehormatan Bintang RI dan Bintang Mahaputera yang berhak dimakamkan di TMPN Utama.
Sementara Pasal 43 ayat (7)-nya intinya menyebutkan UU No 21 Tahun 1959 tentang Bintang Gerilya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Untuk diketahui, Bintang Gerilya dan Bintang Sakti adalah dua penghargaan yang disediakan bagi mereka yang melahirkan dan menjaga RI yang telah mempertaruhkan nyawanya sebagaimana diatur dalam PP No 8 Tahun 1949 dan UU No 65 Tahun 1958.
Sementara, Bintang RI dan Bintang Mahaputera adalah bintang administratif bagi pejabat tinggi penyelenggara pemerintahan tanpa harus mempertaruhkan nyawanya sebagaimana diatur dalam UU Darurat No 5 Tahun 1959 dan UU Darurat No 6 Tahun 1959.
MK: Taman Makam Pahlawan Utama untuk Semua Pahlawan
Rabu, 12 September 2012 16:39 WIB
Penghargaan yang sama harus juga diberikan kepada mereka yang telah berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan itu dengan cara bergerilya. Oleh karena itu, adalah wajar dan adil bagi mereka jika diberi penghargaan atas jasa dan pengorbanannya dimakamk