Pontianak (ANTARA Kalbar) - Secara umum, ada tiga etnis besar di
Kalimantan Barat, yakni Melayu, Dayak dan Tionghoa. Melayu umumnya
menempati wilayah pesisir, sepanjang daerah aliran sungai baik di daerah
hilir maupun pehuluan.
Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat, Prof DR Chairil
Effendi mengatakan, bagi masyarakat Melayu, Agama Islam mempunyai
peranan penting dalam sendi kehidupan.
"Islam dijadikan sebagai agama, darah daging, maupun ruh di dalam kebudayaan Melayu," kata dia.
Konsep penduduk Melayu di Kalimantan Barat, sebenarnya adalah
penduduk asli yang beragama Islam. Bukan dari penduduk Melayu dari
Sumatera atau daerah lain di nusantara.
Sedangkan penyebar agama Islam ke Kalimantan Barat, ada yang berasal
dari Sumatera, Malaysia, Kalimantan Selatan (Banjar) dan sebagainya.
Pada akhirnya, rumusan tentang Melayu di Kalimantan Barat saat ini
adalah penduduk asli yang beragama Islam ditambah orang Melayu yang
datang dari Sumatera maupun pulau-pulau lain.
Ada ungkapan di kalangan masyarakat Melayu. "Lebih baik mati anak
daripada mati adat". Artinya, kalau mati anak, yang ribut orang
se-kampung. Sedangkan kalau adat tidak ditegakkan, maka ribut se-negeri.
Ungkapan itu menunjukkan bahwa adat memegang peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat Melayu. Namun, dasarnya
tetap ke ajaran Islam.
Sesuai ajaran Islam, ada aturan yang jelas di dalam syarat untuk
membangun sebuah keluarga. Dianjurkan bagi yang sudah dewasa dan mampu
untuk menyegerakan menikah. Namun sebaliknya, bagi yang tidak sanggup,
sebaiknya menahan diri atau berpuasa. Aturan ini yang diterapkan di
kalangan keluarga Melayu di Kalbar.
"Sedangkan bagi yang akan melangsungkan jenjang pernikahan, setelah
dari segi agama dianggap sudah mampu, ada beberapa tahap maupun
persyaratan yang harus dipenuhi baik secara hukum dan adat," ujar dia.
Faktor bibit, bebet, bobot, juga menjadi pertimbangan sebelum
pernikahan dilangsungkan. Ketika si anak mulai tertarik dengan lawan
jenisnya, maka orang tua mulai bertanya, anak siapa dia (si lawan
jenis).
Prosesi melamar biasanya diawali dengan saling pantun antara pihak
yang melamar dan dilamar. Kemudian dilanjutkan dengan "cikram", atau
tukar cincin, lalu antar pinang atau barang.
Sedangkan sewaktu pernikahan, ada ritual pulang memulangkan, balik
tikar. Ketika hamil anak pertama, juga ada "nujuh bulanan". Di kalangan
masyarakat Melayu, melalui proses panjang dalam pembentukan keluarga,
diharapkan mereka akan menjadi keluarga harmonis atau sakinah, mawaddah,
dan warrahmah.
Pembauran
Sebuah perkawinan juga tidak sekedar dilihat sebagai pertemuan dua
mahluk manusia, lelaki dan perempuan, secara batin dan fisik. Namun,
melibatkan keluarga besar dari kedua belah pihak. Proses pembauran dan
pencampuran melalui pernikahan dengan etnis lain yang mengedepankan
kesamaan religiusitas, tidak tabu.
"Misalnya ada gadis Melayu yang menetap di luar Kalbar, lalu dilamar
warga setempat. Maka, si gadis harus dilamar di tempat asalnya, bukan
tempat calon suami atau lainnya," kata Chairil Effendi, yang pernah
menjadi Rektor Universitas Tanjungpura Pontianak.
Pembauran dengan kalangan masyarakat di luar Melayu juga dianjurkan
di Islam. Secara teoritis, pembauran itu tidak ada kedekatan genetika
yang dapat menghasilkan keturunan tidak sehat, baik fisik maupun
genetis.
Sedangkan usia perkawinan pun disesuaikan dengan masa akil baligh.
Pria atau wanita yang sudah akil baligh, dianggap dapat dinikahkan.
Anak, bagi keluarga Melayu, sangat penting tetapi bukan berarti secara
otomatis menempatkannya di tempat yang agung. Melainkan tetap dengan
mengedepankan ungkapan "mati anak ribut se-kampung, mati adat ribut
se-negeri".
"Namun, bagi masyarakat Melayu, sangat penting untuk memiliki anak,"
katanya menegaskan. Hal itu tersirat ketika sesama orang Melayu
bertemu. Jumlah anak menjadi tema utama dan pertama yang dibicarakan.
Di masa lalu, banyak anak berkorelasi dengan banyak rejeki.
Pemahaman ini juga muncul di kalangan masyarakat Melayu sehingga tidak
mengherankan banyak orang tua yang mempunyai banyak anak. Secara
perlahan pemahaman ini memudar karena semakin banyak yang menyadari
tuntutan hidup moderen yang semakin kompetitif.
Fungsi Pendidikan
Posisi anak tertua mempunyai peran penting dalam kehidupan keluarga
Melayu. Terutama bagi anak laki-laki. Anak laki-laki dianggap lebih
penting dibanding perempuan. Alasannya, mereka yang nantinya akan
menjadi tulang punggung keluarga.
Tidak mengherankan, ada keluarga yang lebih mengutamakan pendidikan
bagi anak laki-laki dibanding perempuan. Anak tertua terkadang juga
menjadi "tumbal" bagi adik-adiknya.
"Orang tua cenderung menyuruh anak tertua untuk menempuh pendidikan
yang mudah memperoleh kerja ketika lulus," kata pengurus MABM Provinsi
Kalbar, Budiman Thaher.
Pertimbangannya, setelah mendapat kerja, maka ia bisa membantu
pendidikan adik-adiknya. Misalnya sekolah di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, keperawatan atau kebidanan. Sehingga tidak mengherankan
banyak yang berprofesi sebagai guru, dosen, perawat atau bidan.
Sementara adik-adik mereka, ada yang menjadi ekonomi, praktisi
hukum, pengusaha, pengacara dan sebagainya. Tidak harus menjadi guru,
dosen, perawat atau bidan. Bagi generasi muda dari kalangan Melayu,
merantau bukan hal yang aneh.
"Namun, ada tiga hal yang menjadi bekal dari orang tua mereka ketika
merantau," kata dia. Yakni, harus pandai berkemas rumah, mencuci dan
memasak. Umumnya, mereka dititipkan di kediaman keluarga, atau sesama
Melayu dari tempat asal. Pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu
upaya untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga.
Meski sudah hidup berkeluarga, orang tua tetap mempunyai kedudukan
yang penting di kalangan keluarga Melayu. Kewajiban seorang anak kepada
orang tua, tidak lepas ketika mereka sudah berkeluarga.
Tipologi Moderen
Orang Melayu, umumnya lebih mengutamakan hal yang rasional,
cenderung individual, serta kosmopolitan. "Ini merupakan tipologi
masyarakat moderen yang tidak lagi bersifat komunal," kata Chairil
Effendi menambahkan.
Di kalangan keluarga Melayu moderen, sejumlah permasalahan juga
semakin mencair. Misalnya tentang mitos banyak anak banyak rejeki, anak
laki-laki lebih baik dibanding perempuan, atau menikah di waktu muda.
Perubahan-perubahan ini semakin terasa ketika pemerintah mulai
gencar membangun (masa Orde Baru) meski kesempatan lebih banyak
dinikmati untuk daerah pesisir.
Kabupaten Sambas merupakan salah satu daerah yang sebagian besar
dihuni masyarakat Melayu. Kota Sambas ibu kotanya. Berjarak 220
kilometer dari Pontianak.
"Hukum adat masih diterapkan untuk masalah-masalah tertentu
diantaranya menyangkut masalah pertanian atau tanah," kata M Isa Ridwan,
dari MABM Kabupaten Sambas. Namun, penyelesaian berdasarkan faktor
kekeluargaan lebih dikedepankan untuk mencari jalan keluar. Selain itu,
semangat kebersamaan masih kuat berlaku di masyarakat.
"Ada semacam kekhawatiran kalau tidak ikut atau terlibat dalam
kegiatan bersama misalnya kerja bakti, akan terkena dampak sosial," kata
Kepala Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Alpian.
Tidak hanya di kalangan etnis Melayu, juga etnis lain yang menetap.
Rumah, ujar dia, juga menjadi salah satu simbol yang mempunyai arti
penting. Rumah induk menjadi lambang keluarga. Tempat berkumpulnya
keluarga besar, atau menjadi tempat tinggal bagi yang belum mempunyai
rumah.
***
Kalbar Miliki Etnis Melayu Islam
Rabu, 17 Oktober 2012 15:45 WIB
Islam dijadikan sebagai agama, darah daging, maupun ruh di dalam kebudayaan Melayu.