Pontianak (Antara Kalbar) - Hiruk-pikuk dunia pendidikan kembali terdengar ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menerapkan kurikulum tahun 2013, tidak terkecuali para pendidik di Provinsi Kalimantan Barat.
Bagi daerah tampaknya penerapan kurikulum tahun 2013 terkesan mendadak atau buru-buru, sehingga muncul kekhawatiran di benak banyak para pendidik dan pemerintah daerah yang infrastruktur pendidikannya terbatas akan siap untuk menerapkannya.
"Untuk penerapan kurikulum tahun 2004 saja, hingga kini belum bisa sepenuhnya disampaikan kepada para siswa dan siswi, sudah harus menggunakan kurikulum tahun 2013," kata Siti, salah seorang guru di Kecamatan Pontianak Timur.
Hingga kini, katanya, sosialisasi dari instansi terkait, terkait kurikulum tahun 2013 belum pernah didapatkan baik dari pemerintah daerah maupun pusat.
"Saya tahu dari media massa, tapi belum mengetahui detilnya, apa dan bagaimana penerapannya," ungkapnya.
Pada akhirnya, menurut Siti, bagi pendidikan di daerah, apalagi di Kalbar yang memiliki daerah tertinggal atau perbatasan, siap tidak siap dipaksa harus menerapkan kurikulum tahun 2013 tersebut, kalau memang sudah menjadi kebijakan dari pemerintah.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar Alexius Akim juga menyatakan, pemberlakuan atau penerapan kurikulum tahun 2013, posisi pihaknya tidak berada dalam siap atau tidak siap, karena bagaimana pun harus siap melaksanakan program pemerintah pusat tersebut.
Namun ia mengingatkan, dalam pemberlakuan kurikulum tahun 2013 hendaknya didukung pendanaan atau anggaran yang maksimal dari pemerintah pusat sehingga bisa berjalan sesuai keinginan.
"Mengingat Kalbar daerahnya luas sehingga untuk sosialisasi dan penjabaran kurikulum baru itu, harus didukung dana yang memadai," kata Alexius Akim.
Belum lagi di Kalbar, kata Akim, tantangan sebenarnya pemberlakuan kurikulum 2013, titik beratnya sebenarnya pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) para guru, sementara di Kalbar ini sebagian besar guru masih belum bersertifikasi.
Menurut dia, guru yang bersertifikasi di Kalbar, saat ini baru sekitar 24 persen dari 78 ribu guru atau 18.720 guru yang tersebar di 14 kabupaten/kota di Kalbar.
Jumlah guru yang belum bersertifikasi, menurut sumber Badan PSDMP dan PMP, Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kemdikbud, yakni di Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 1.530 guru, Kayong Utara 1.090 guru, Ketapang 2.255 guru, Kubu Raya 1.605 guru, Landak 1.363 guru, Melawi 1.088 guru, Kabupaten Pontianak 866 guru, Sambas 2.276 guru, Sanggau 1.735 guru, Sekadau 747 guru, Sintang 1.833 guru, Kota Pontianak 1.485 guru, dan Kota Singkawang 853 guru.
Terburu-buru
Pengamat Pendidikan dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr Aswandi, menyatakan, penerapan kurikulum tahun 2013, sebaiknya secara bertahap mulai dari jenjang terbawah, karena hingga kini masih banyak guru yang belum mengetahui secara pasti kurikulum baru tersebut.
"Apalagi penerapan kurikulum tahun 2013 yang terkesan terburu-buru, yang harus dilaksanakan mulai Juli 2013," ujarnya.
Menurut Aswandi, kurikulum tahun 2013, lebih menitikberatkan pada sistem pengajaran yang mengacu pada tiga basis pola pendidikan, yakni pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. "Ketiga pola tersebut merupakan kebalikan pola pendidikan yang selama ini diterapkan," ujarnya.
Belum lagi, dalam kurikulum 2013 pemerintah melakukan penyederhanaan terhadap mata pelajaran yang terintegrasi, seperti mata pelajaran IPA dan IPS, dimana pada kurikulum tahun 2013 hanya menjadi sisipan pada mata pelajaran lain, seperti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
"Kondisi ini tidak mudah dalam mendidik para guru agar bisa menerapkan Kurikulum yang sangat berbeda dari sebelumnya," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Mulyadi, mengungkapkan, tahun 2013 kota itu tidak mendapatkan kuota sertifikasi bagi guru, padahal masih ada guru yang belum mendapatkan sertifikasi.
Namun begitu, dirinya berjanji akan terus melakukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan profesionalisme guru yang ada di kota itu, apalagi akan dilakukannya penerapan kurikulum 2013.
Kuota sertifikasi sepenuhnya ditentukan pemerintah pusat, namun setiap tahun Diknas Kota Pontianak terus melakukan penyempurnaan, karena pihaknya menargetkan semua guru di kota itu nantinya bersertifikasi sehingga para guru lebih profesional dalam melaksanakan tugas.
"Kami targetkan semua guru itu bisa mengikuti ujian sertifikasi, sehingga semua guru diwajibkan mengikuti tes kompetisi awal, baik yang sudah layak maupun yang belum layak mengikuti tes tersebut," ujarnya.
Peluang untuk mendapatkan sertifikasi sangat terbuka lebar bagi semua guru di Kota Pontianak. "Saya berharap pada guru yang sudah sertifikasi dapat menjaga kewibawaannya sebagai guru dan dapat melakukan inovasi-inovasi baru untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Pontianak," ujar Mulyadi.
Anggota Komisi X dari Fraksi Golkar dari Daerah Pemilihan Kalbar, Zulfadhli mengungkapkan, hingga kini belum ada lembar yang jelas dari kurikulum tahun 2013.
"Baru sekadar rencana-rencana. Tetapi kita tidak bisa menghambat karena pemerintah yang berhak untuk mengubah kurikulum," katanya.
Zulfadhli mengungkapkan, hingga kini anggaran untuk pelatihan guru belum tersedia. "Ini gara-gara kurikulum yang belum siap," katanya.
Anggaran terkait Kurikulum tahun 2013 dialokasikan sebesar Rp2,4 triliun. Menurut Zulfadhli, anggaran harus ada kepastian agar siswa dan orang tua tidak lagi dibebani biaya untuk buku.
Kurikulum 2013 ini memang tugas berat dan Komisi X DPR akan mengawalnya agar tidak ada yang dirugikan, baik murid maupun guru," ujar Zulfahdli.
Artikel - Guru Bersertifikasi Minim, Tantangan Kalbar Implementasikan Kurikulum 2013
Sabtu, 23 Maret 2013 13:40 WIB