Bengkayang (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengatakan, reformasi kebijakan dalam politik agraria sangat dibutuhkan agar lebih berpihak kepada petani.
"Saat ini, kebijakan di bidang agraria, tidak berpihak kepada petani," ujar Cornelis saat pembukaan Pekan Daerah IX Kontak Tani Nelayan Andalan Provinsi Kalbar di Bengkayang, Kamis.
Menurut dia, petani hanya dibolehkan memiliki lahan maksimal seluas dua hektare seperti yang diatur di dalam UU Agraria No 5 Tahun 1960.
Ia melanjutkan, kondisi itu membuat Kalbar yang wilayahnya sangat luas, disejajarkan dengan Pulau Jawa. "Kalau di Jawa mungkin saja, karena lahannya terbatas," ujar dia.
Sementara dengan luas dua hektare, sulit bagi petani mengagunkan tanahnya untuk mendapat kredit.
Ia menambahkan, ada kekhawatiran pemerintah pusat kalau petani dan nelayan bisa dibina kepala daerah dengan baik, menjadi kuat, dapat mengubah kebijakan secara cepat. "Ini yang dikhawatirkan," ujar Cornelis.
Kebijakan pemerintah di sektor pertanian akhirnya berjalan sendiri-sendiri. "Kebijakan belum sungguh-sungguh berpihak kepada petani," kata dia.
Sektor pertanian, ungkap dia, menjadi kewajiban pusat karena masuk dalam urusan pilihan.
Padahal, katanya mengingatkan, petani dan nelayan mempunyai posisi yang sangat strategis dan penting. "Kalau mereka mogok, tidak mau menanam, menangkap ikan, apa yang mau dimakan masyarakat perkotaan," ujar dia.
Ia juga mengajak petani untuk mengubah pola pikir menjadi lebih cerdas dan maju serta mau berorganisasi.
"Jangan setelah dapat uang, bikin pesta pernikahan, undang orang seminggu. Minjam uang untuk beli motor, bukan untuk beli alat pertanian, pupuk," katanya.
(T011/B008)