Pontianak (Antara Kalbar) - Jarak yang jauh, sulit dijangkau, tanpa infrastruktur yang baik, membuat warga di daerah pedalaman, perbatasan dan terpencil kerap kurang mendapat pelayanan publik dari pemerintah. Termasuk, di Kalimantan Barat.
Kepala Badan Kependudukan dan KB Nasional Perwakilan Kalbar, Dwi Listyawardani mengakui, hal itu menjadi salah satu kendala dalam program KB di provinsi tersebut.
"Angka pasangan usia subur di daerah perbatasan, pedalaman dan terpencil, yang ingin ber-KB, tetapi belum terlayani, cukup tinggi. Sekitar 30 persen," kata Dwi Listyawardani beberapa waktu lalu di Pontianak.
Pemicunya, diantaranya keterlibatan tenaga penyuluh dan pelaksana KB yang terbatas, jadwal kunjungan yang terbatas, akses transportasi sulit, sehingga menyulitkan warga untuk mendapat pelayanan.
Sementara, untuk tingkat Provinsi Kalbar, angka pasangan usia subur yang ingin ber-KB tapi belum terlayani, berkisar pada 20 persen.
Menurut Dani, panggilan akrab Dwi Listyawardani, masyarakat perbatasan sebenarnya sudah memahami pentingnya keluarga yang berkualitas. Salah satunya dengan mengatur jumlah anak.
Dusun Merau, Desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, merupakan desa yang terletak di perbatasan Indonesia - Malaysia di wilayah Kalbar. Selama bertahun-tahun, mereka tidak memiliki akses jalan menuju ibu kota kecamatan.
Satu-satunya akses yang dapat digunakan adalah melalui jalur sungai. Kepala Dusun Merau, Meta Ibrahim (33) mengakui, masyarakat setempat menginginkan adanya pelayanan secara rutin.
"Tidak ada yang mau punya anak selusin," kata Meta Ibrahim. Namun, karena minimnya pelayanan pemerintah, masih ditemui suami istri yang punya banyak anak.
Ia mengungkapkan, satu kali suntik KB, biayanya Rp20 ribu. Bagi masyarakat pedalaman, uang sebesar itu cukup memberi arti. Belum lagi petugas yang terkadang tidak rutin mengunjungi mereka yang jaraknya sekitar 30 kilometer dari pintu perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong.
Sedangkan untuk menuju ibu kota kecamatan, biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. "Sekarang sudah ada jalan, cukup membantu masyarakat kalau sewaktu-waktu harus ke Entikong," ujar dia. Satu kali perjalanan dari Merau ke Entikong, kalau menggunakan ojek berkisar Rp50 ribu. Akhirnya, ber-KB pun disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Pemerataan Pelayanan
Dwi Listyawardani menyadari keterbatasan kemampuan baik dari segi sumber daya manusia maupun infrastruktur agar pelayanan ke masyarakat yang tinggal di daerah jauh, menjadi optimal.
"Kuncinya memang ke pemerataan pelayanan," kata Dwi yang sebelumnya menjadi Sekretaris BKKBN Perwakilan Jawa Timur.
Ia menambahkan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan, salah satunya adalah dengan perencanaan keluarga. "Bagaimana mereka mempunyai perencanaan yang baik," kata dia.
Ia pun menggandeng sejumlah pihak yang mempunyai penguasaan kewilayahan yang baik. Selain dengan pemerintah kabupaten dan kota, juga aparat penegak hukum dan militer.
Diantaranya, dengan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) dari Batalyon Infantri 123 Rajawali. Mereka mengadakan kegiatan Bhakti Negeri di Lintas Batas Menuju Indonesia Sejahtera. Targetnya, pelayanan KB di daerah perbatasan mulai dari Kabupaten Sambas hingga Kabupaten Kapuas Hulu.
Ikut terlibat dalam kegiatan itu, diantaranya Solidaritas Istri-istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), TNI, pemerintah daerah, media serta perguruan tinggi.
Dwi berharap, kegiatan-kegiatan serupa tetap akan berlangsung meski Satgas Pamtas berganti setiap enam bulan.
Pihaknya juga menggandeng Korem 121 Alambhana Wannawai untuk melayani masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Komandan Korem 121 Alambhana Wannawai, Kol (Inf) Binarko Sugihantyo menegaskan dukungannya untuk membantu menyukseskan program KB dan kependudukan termasuk ke daerah yang sulit terjangkau.
Ia mengatakan bahwa TNI mempunyai dukungan di bidang teritorial. Diantaranya ikut membantu mencari akseptor KB. "Kami juga terlibat langsung dalam hal itu," ujar Binarko.
Selain itu, pihaknya juga membantu dalam pendampingan bagi petugas yang akan melaksanakan Program KB.
"Kami siap mendukung secara maksimal. Terlebih lagi, ini program pemerintah, dan sudah ada kerja sama di tingkat pusat antara TNI dan BKKBN," kata dia menegaskan.
TNI, ia menambahkan, dimanapun berada, akan terlibat langsung untuk menyukseskan program-program pemerintah.
Dwi menegaskan, tidak hanya dengan TNI AD, BKKBN juga menggandeng banyak pihak seperti Polri, TNI AL, TNI AU, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, asosiasi perusahaan, media, untuk memeratakan pelayanan.
Jangka Panjang
Upaya melibatkan banyak pihak yang menguasai teritorial di daerah perbatasan, cukup membuahkan hasil. Menurut Dwi Listyawardani, adanya program-program tersebut, membuat masyarakat menjadi lebih aktif, termasuk dalam menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang.
Ia mencontohkan di Senaning, Kabupaten Sintang, ada 60 wanita yang dipasang implant.
Di Kabupaten Kapuas Hulu, ada 29 peserta yang mendaegikuti vasektomi.
"Jadi setelah konseling, minat masyarakat jadi tinggi," kata Dwi.
Ia juga siap melayani seluruh permintaan metode kontrasepsi jangka panjang terutama vasektomi. Menurut Dwi, permintaan untuk vasektomi di Kalbar cenderung meningkat.
Ia mencontohkan, pada Februari lalu tingkat pencapaian vasektomi sudah mencapai 150 persen dari target.
"Secara umum, pencapaian peserta baru KB sudah 20 persen pada Februari," kata dia.
Ia sendiri memperkirakan pencapaian vasektomi dan metode kontrasepsi jangka panjang pada tahun ini berkisar di angka 300 persen dari target semula.
Dwi menambahkan, metode kontrasepsi jangka panjang mempunyai banyak keuntungan dalam merencanakan keluarga.
"Jenisnya beragam, misalnya implant, vasektomi, tubektomi dan IUD," kata dia.
Lama penggunaannya pun beragam, bisa tiga tahun atau lebih dengan tingkat akurasi baik
Dibandingkan dengan pil, yang harus diminum secara periodik dan tingkat kegagalan cukup tinggi. "Metode kontrasepsi jangka panjang membuat perencanaan keluarga lebih matang, masyarakat pun dapat lebih fokus untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga," demikian Dwi Listyawardani.