Jakarta (Antara Kalbar) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengusulkan adanya sistem jeda bagi anggota keluarga kepala daerah petahana yang ingin maju dalam pilkada.
"Kami merekomendasikan bagi calon gubernur, wali kota, dan bupati yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah 'incumbent' perlu jeda satu periode pemilihan atau lima tahun," kata peneliti LIPI Kurniawati Hastuti Dewi di Jakarta, Senin.
Pernyataan Kurniawati itu disampaikan usai pemaparan penelitian timnya bertajuk "Evaluasi Format Pemilukada Menuju Pemerintahan Daerah yang Baik dan Efektif di Tingkat Provinsi".
Dia mengatakan rekomendasi itu diusulkan karena praktek politik dinasti sudah semakin marak terjadi di tingkat provinsi, kabupaten/ kota.
"Apabila seseorang sama sekali dilarang untuk ikut Pilkada maka itu tidak adil," ujarnya.
Selain itu dia mengatakan, rekomendasi itu bertujuan agar banyak calon kepala daerah yang muncul dan masyarakat sipil bergerak untuk memunculkan calon alternatif.
Kurniawati menilai, selama ini sistem pengkaderan di internal partai masih lemah sehingga harus ditekankan dalam penguatan sistem itu.
"Pemerintah sebenarnya setuju dengan sistem jeda itu, namun fraksi-fraksi parpol di DPR belum ada kesepakatan dalam rekomendasi tersebut," katanya.
Dia mencontohkan praktek politik dinasti berkembang dan secara "resmi" berjalan di Provinsi Banten, setelah pemekaran daerah itu dari Provinsi Jawa Barat pada 2010.
Ayah Ratu Atut Alm Tubagus Chasan Sochib, menurut dia, seorang jawara yang memiliki kaitan kuat dengan para kiai di wilayah tersebut.
"Atut membangun dinastinya dengan memanfaatkan ayahnya. Jawara tidak bisa berdiri sendiri sehingga memerlukan kiai," tegasnya.
Namun dia menilai saat ini peran kiai dan jawara semakin menurun sehingga kekuatan politik di Provinsi Banten sudah berubah saat ini.
Hal itu menurut dia disebabkan berbagai peristiwa salah satunya pascameninggalnya Tubagus Chasan Sochib.
LIPI Usulkan Sistem Jeda Cegah Politik Dinasti
Senin, 25 November 2013 17:12 WIB