Jakarta (Antara Kalbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sutan Bhatoegana sebagai tersangka terkait kasus dugaan penerimaan uang dari sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi maupun pejabat di lingkungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
"Ada dugaan terjadi tindak pidana korupsi terkait dengan pembahasan anggaran APBN-P tahun 2013 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan tersangka SB (Sutan Bhatoegana) selaku Ketua Komisi VII DPR tahun 2009-2014," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu.
KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Berdasarkan pasal yang disangkakan, Sutan diduga menerima hadiah atau janji terkait fungsinya sebagai Ketua Komisi VII atau anggota DPR RI.
Johan mengatakan kasus itu merupakan pengembangan dari kasus yang melibatkan mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK-Migas) Rudi Rubiandini yang telah dijatuhi vonis tahun penjara dan denda Rp200 juta.
"Apakah ada pengembangan seperti kasus yang lain? KPK akan mengembangkan kasus ini. Apakah ditemukan dua alat bukti yang cukup yang kemudian bisa disimpulkan ada pihak lain yang terlibat? Sampai saat ini yang ditemukan dua alat bukti yang cukup untuk Pak SB," kata Johan.
Selain Sutan Bhatoegana, KPK juga menetapkan status tersangka untuk Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (PT KPI) Artha Meri Simbolon (AMS) terkait pengembangan kasus SKK Migas.
"Setelah melakukan gelar perkara, telah ditemukan sedikitnya dua alat bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait dugaan pemberian kepada SKK Migas yang diduga diberikan tersangka AMS," kata Johan.
Artha Meri Simbolon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.