Pontianak (Antara Kalbar) - Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Kalimantan Barat menuntut terdakwa AKBP Idha Endri Prastiono selama delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta, serta subsidair enam bulan kurungan penjara.
JPU menuntut AKBP Indha dalam kasus dalam perampasan barang bukti mobil Mercedes Benz C 200 milik orang berperkara.
"Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga melanggar pasal 12 huruf e UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU No. 20/2001, dan pasal 374 KUHP," kata JPU Kejati Kalbar, Juliantoro saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Pontianak, Kamis.
Juliantoro dalam tuntutannya menyatakan hal-hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa telah mencemarkan nama baik institusi Polri dalam hal pemberantasan korupsi, sehingga membuat kepercayaan masyarakat kepada Polri menjadi berkurang.
"Sementara hal-hal yang meringankan, yakni terdakwa selama ini telah mengabdi sebagai anggota Polri sekitar 20 tahun, dan bersikap sopan selama persidangan berlangsung," ungkap Juliantoro.
Dalam kesempatan itu, JPU menyatakan terdakwa juga telah terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
"Kami juga meminta barang bukti berupa satu unit mobil Mercedes Benz C 200 milik Aciu warga Negara Malaysia yang kini menjalani masa tahanan di LP Kelas IIA Pontianak agar di kembalikan pada istrinya di Pontianak," katanya.
Penasihat hukum terdakwa Hadi Suratman menyatakan pihaknya akan melakukan pembelaan yang telah diagendakan, Rabu (5/11) pada pukul 09.00 WIB hingga selesai di PN Pontianak.
"Tuntutan JPU selama delapan tahun dan denda Rp200 juta sudah hak mereka (JPU), tetapi kami akan melakukan pembelaan, bahwa selama ini klien kami tidak pernah menguasai mobil Mercedes Benz C 200 tersebut," ungkapnya.
Apalagi menurut dia, mobil tersebut sebenarnya bukan milik Aciu (warga Malaysia) tetapi milik orang lain, seperti bukti surat dan BPKB juga bukan atas nama dia (Aciu).
"Sehingga yang namanya memiliki suatu barang, tidak cukup hanya mengakui, tetapi harus didukung dokumen kepemilikan," katanya.
Atas dasar itu, pihaknya meminta waktu selama enam hari untuk menyiapkan pembelaan. "Bukan berarti kami tidak mampu untuk menyiapkan pembelaan dalam waktu cepat, tetapi kami mohon yang benar adalah benar, dan begitu juga sebaliknya," kata Hadi.
K etua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak Torowa Daeli memberikan waktu enam hari untuk terdakwa dan penasihat hukumnya menyiapkan pembelaan, dari sebelumnya empat hari, tetapi penasihat terdakwa meminta enam hari.
Dalam Sidang Komisi Kode Etik (KKE) Polda Kalbar, Jumat (10/10) merekomendasikan terduga pelanggar AKBP Idha Endri Prastiono dikenakan Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH), karena dianggap perbuatan Idha sudah terbukti. ***1***
(A057J008)
JPU Tuntut AKBP Idha Delapan Tahun Penjara
Kamis, 30 Oktober 2014 12:16 WIB