Ankara (Antara/Xinhua-OANA) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat (16/1) menuding majalah Prancis Charlie Hebdo memiliki reputasi jelek karena penerbitannya yang provokatif.
Mengenai peristiwa paling akhir setelah serangan pekan lalu yang menewaskan 12 orang terhadap mingguan satiris Prancis itu, Erdogan mengatakan di Ankara bahwa masalah tersebut adalah mengenai batas kebebasan. Ia menambahkan, "Bahkan Paus (Francis) mengutuk majalah ini, sebab ia tahu penerbitan majalah ini provokatif."
"Semua penerbitan yang bertentangan dengan agama Kristen dan Islam tak bisa disebut kebebasan," katanya. Ia menambahkan penerbitan mingguan tersebut mesti dikategorikan sebagai aksi teroris yang dilakukan melalui pelanggaran atas ruang kebebasan orang lain.
"Kebebasan tak bisa tanpa batas," kata Erdogan.
Ia juga menyampaikan keprihatinannya mengenai tuduhan yang dilontarkan terhadap Umat Muslim oleh sebagian organisasi media setelah serangan di Prancis, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu.
"Semua negara Barat, terutama Eropa, menghadapi cobaan besar mengenai dihormatinya keragaman dan hak asasi manusia. Sebagaimana diperlihatkan oleh peristiwa belakangan ini, rasisme telah meningkat secara terus-menerus dan membahayakan di seluruh negara Barat. Kami mengikuti dengan prihatin gelombang kebencian paling akhir terhadap Nabi kami Muhammad SAW, yang tersembunyi di balik serangan di Prancis," kata Erdogan.
Eropa tetap berada di tepi jurang sementara majalah satiris Prancis Charlie Hebdo mencetak lima juta eksemplar edisi khusus satu pekan setelah serangan. Halaman depan mingguan tersebut menampilkan gambar Nabi Muhammad SAW berpakaian putih dan berlinang air mata, sambil memegang tulisan "Je suis Charlie" (Saya adalah Charlie) di bawah judul "All is forgiven" (Semuanya Dimaafkan)--yang sekali lagi memicu kontroversi di Dunia Muslim.