Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kalimantan Barat, Dwi Suslamanto mengatakan Kalbar memerlukan pertumbuhan perbankan yang lebih banyak untuk mendorong keuangan inklusif di provinsi itu.
"Saat ini Kalbar masih memerlukan pertumbuhan perbankan yang lebih untuk mendorong keuangan inklusif tersebut," kata Dwi, saat membuka seminar Strategi Program Inklusi Keuangan Yang Merata di Kalimantan Barat, yang diikuti sejumlah lembaga keuangan bank dan nonbank, kalangan akademis, asuransi dan mahasiswa, Kamis.
Dwi menjelaskan, istilah keuangan inklusif menjadi tren pasca-krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok "in the bottom of the pyramid" terkait pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.
"Keuangan inklusif merupakan komponen penting dalam menyediakan akses dalam penyediaan keuangan bagi masyarakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Inklusi keuangan ini sudah dilakukan oleh semua negara dan memang negara kita menjadi negara terakhir yang melakukannya, dan untuk mencapai inklusi keuangan itu memang bukan langkah yang mudah dan perlu didukung oleh banyak hal," tuturnya.
Dia menyebutkan, inklusi keuangan Indonesia saat ini baru sekitar 20 persen, artinya Indonesia saat ini masih selevel Afrika dan menunjukkan bahwa inklusi keuangan Indonesia masih sangat buruk.
"Hal ini dikarenakan masih banyak daerah terpencil di Indonesia yang masih belum memiliki bank. Padahal, pertumbuhan ekonomi inklusif sangat penting karena kriteria ekonomi yang kuat itu harus dibarengi dengan keseimbangan ekonomi," kata Dwi.
Di tempat yang sama, Asisten II Bidang Administrasi Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial Pemerintahan Provinsi Kalbar Lensus Kandri yang menyampaikan sambutan Gubernur Kalbar, Cornelis, mengatakan pertumbuhan ekonomi Kalbar pada tahun 2014 mengalami penurunan di banding tahun sebelumnya. Untuk itu akses keuangan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi.
"Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh BI, posisi simpanan masyarakat dalam bentuk rupiah dan kurs valuta asing di Kalbar masih sekitar Rp40 triliun lebih. Hal ini menunjukkan bahwa simpanan masyarakat di lembaga perbankan masih sangat minim," katanya.
Untuk itu diperlukan adanya inovasi kebijakan dari perbankan agar bisa melibatkan masyarakat dalam siatem keuangan. Dalam UU Nomor 1 tahun 2014 tentang lembaga keuangan mikro, pemerintah diwajibkan melakukan sosialisasi tentang keuangan mikro, khususnya di pedesaan perlu diselaraskan dengan pendirian badan usaha milik desa.
"Dengan adanya BUMDes tersebut diharapkan dapat menumbuhkan akses keuangan di setiap desa. Kita harapkan dengan adanya kegiatan ini bisa menumbuhkan kebersamaan dari semua pihak terkait dalam menumbuhkan perekonomian masyarakat," kata Lensus Kandri.
(KR-RDO/N005)