Wajah sang surya tampak memerah. Sinarnya yang hendak menembus bumi sedikit redup. Alur sungai kapuas pun terlihat memutih. Sementara jarak pandang di jalan raya semakin pendek. Wajah pasrah pengendara motor menutupi wajahnya dengan masker.
Bumi Borneo pun tak berdaya, asap putih pekat kembali menyelimuti Kota Khatulistiwa pada awal September 2015.
Matahari yang terbit pada pagi hari di Kota Pontianak, terlihat berwarna merah. Sejumlah wilayah setempat dan Kabupaten Kubu Raya pun terlihat diselimuti kabut asap tebal sejak Selasa (1/9) pagi. Kabut asap tebal ini berlangsung hingga beberapa hari kemudian.
Kabut asap juga terlihat di sepanjang alur Sungai Kapuas. Selain itu, juga terlihat di ruas jalan Ahmad Yani 1 dan 2, yang berada di Kecamatan Sungai Raya, Kubu Raya. Bandara Internasional Supadio Pontianak juga tak luput dari "kepungan" asap.
Sejumlah warga terlihat menggunakan masker saat mengendarai motor. Kabut asap yang menyelimuti Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya ini akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah di Kalbar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar, Sustyo Iriyono, dalam suatu kesempatan menuturkan, kebakaran lahan gambut terjadi di Kecamatan Rasau Jaya, Sungai Raya, Sungai Ambawang dan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, dengan luas lahan yang terbakar mencapai 30 hektare, pada tiap wilayahnya.
Kebakaran lahan gambut juga terjadi di Desa Pelang, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang. Lahan gambut yang terbakar lebih dari 100 hektare. "Lahan gambut yang terbakar adalah lahan terbuka milik masyarakat, bukan di wilayah hak guna usaha milik perusahaan perkebunan kelapa sawit ataupun hutan tanaman industri," ujar alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ini.
Sementara itu, prakirawan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Supadio Pontianak, Dasmian Sulfiani, mengungkapkan, berdasarkan data Citra Satelit Modis (Tera dan Aqua), tercatat sedikitnya 74 titik api di wilayah Kalbar, pada Senin (31/8). Sebanyak 45 titik berada di Kabupaten Ketapang, 13 titik di Kabupaten Kubu Raya, 3 titik di Kabupaten Sintang dan 4 titik di Kabupaten Melawi.
Jumlah titik api ini terus meningkat, terpantau sebanyak 478 titik api di wilayah Kalbar pada Selasa (1/9). Terbanyak berada di Kabupaten Ketapang 228 titik, menyusul Kabupaten Sintang 74 titik dan Kabupaten Kubu Raya 34 titik.
"Angin membawa asap dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Ketapang masuk ke wilayah Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak," jelas Dasmian sambil menunjukkan peta titik api di komputer yang diamatinya.
Pesawat Delay dan Penderita ISPA Meningkat
Bandara Internasional Supadio Pontianak tak luput "dikepung" asap. Prakirawan BMKG Dasmian Sulfiani, kembali mengungkapkan, akibat kebakaran hutan dan lahan, jarak pandang mendatar hanya 200 meter pada Selasa (1/9) pagi. Akibatnya, 11 penerbangan mengalami delay atau keterlambatan hingga tiga jam.
"Jarak pandang mendatar di Bandara Supadio Pontianak hanya 200 meter, dari pukul 6 hingga 9 WIB," jelasnya. Jarak pandang tersebut baru meningkat di atas seribu meter setelah pukul 9 pagi, yaitu 3.000 meter.
Staf Ahli PT Angkasa Pura II, Bandara Supadio Pontianak, Syarif Usmulyani, membenarkan, jarak pandang pada pagi hari jauh dari standar minimal jarak pandang penerbangan yang mengharuskan di atas 800 meter. Hal ini telah menyebabkan delay berkepanjangan di Bandara Supadio Pontianak.
"Sedikitnya 11 penerbangan mengalami delay hingga 3 jam. Hal ini berdampak terhadap jadwal penerbangan di belakangnya yang juga mengalami keterlambatan," ungkapnya.
Tak hanya terlambat, kabut asap juga menyebabkan penumpukan penumpang di ruang tunggu Bandara Supadio, akibatnya menimbulkan ketidaknyamanan dalam pelayanan di Bandara Supadio. "Keterlambatan penerbangan tidak hanya berdampak terhadap penerbangan domestik, tetapi juga penerbangan internasional, seperti tujuan Kuching dan Sarawak, Malaysia," ungkap pria yang sudah berpengalaman dalam dunia penerbangan ini.
Jadwal penerbangan baru berjalan normal di atas pukul 11.00 WIB. Delay ini berlangsung hingga beberapa hari. Akibat kabut asap, juga menyebabkan pesawat Kalstar rute Sintang-Pontianak tertunda keberangkatannya hingga delapan jam, hal ini menyebabkan menumpuknya penumpang di ruang tunggu Bandara Susilo Sintang, pada Rabu (2/9) pagi hingga sore.
Tidak hanya penerbangan, kabut asap juga telah menyebabkan kualitas udara di Kota Pontianak menjadi tidak sehat. Akibatnya, jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang disebabkan oleh kabut asap, meningkat di Kota Pontianak.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Sidig Handanu Widoyono, penyakit ISPA seperti batuk, pilek, asma, bronkhitis dan kanker paru, mengalami peningkatan. "Pada minggu ke 34 tercatat 507 warga mengalami ISPA dan meningkat pada minggu ke 35 atau akhir bulan Agustus dan awal bulan September menjadi 1.219 warga. Sebagian besar pasien adalah balita dan anak-anak," ungkapnya.
Sementara itu, data dari Puskesmas Purnama, Pontianak Selatan, Kota Pontianak, tercatat sebanyak 16 orang per hari atau 96 orang per minggu berobat akibat terkena penyakit ISPA.
Kabut asap juga menyebabkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Pontianak dalam kondisi tidak sehat hingga sangat tidak sehat pada Jumat (4/9) pagi hingga malam.
"Warga Kota Pontianak jangan keluar rumah pada malam hari, kalau pun terpaksa keluar, harus menggunakan masker," saran Sidig Handanu Widoyono.
Upaya BNPB dan Pemerintah Kalbar
Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap membuat berbagai pihak kalang kabut, terutama Pemerintah Provinsi Kalbar. Berbagai upaya dilakukan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Kalbar yang menyebabkan pemanasan global ini.
Komandan Siaga Darurat Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalbar tahun 2015, Christiandy Sanjaya, mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi elnino, penyebab panjangnya musim kemarau tahun ini, dengan melakukan langkah penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Dari darat, pihaknya berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang membawahi Manggala Agni untuk melakukan pemadaman di kawasan hutan. "Kami juga berkoordinasi dengan Polda Kalbar dan pemadam kebakaran swasta yang ikut melakukan pemadaman di lahan gambut yang terjadi di sekitar Kota Pontianak dan di Kabupaten Kubu Raya," jelasnya.
Christiandy Sanjaya yang juga Wakil Gubernur Kalbar ini mengungkapkan, pemadaman kebakaran hutan dan lahan juga dilakukan dengan cara Water Bombing atau Bom Air, dengan bantun dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Kamis (3/9).
Helikopter berangkat dari Supadio menyisir kebakaran lahan yang terjadi di sekitar bandara internasional tersebut yang berada di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya.
Pilot dan kru dari Rusia yang membawa helikopter Kamov beberapa kali mengambil air dari sungai kapuas untuk selanjutnya disiram ke bekas kebakaran lahan yang masih menimbulkan asap tebal.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalbar, Teleus Titus Ali Nyarong, menyatakan, pemadaman dari udara dengan cara Water Bombing cukup efektif, terutama di lokasi kebakaran lahan yang tidak bisa terjangkau lewat jalan darat.
"Untuk pemadaman udara menggunakan helikopter Kamov, bisa membawa lima ton air, mampu menjangkau 50 titik kebakaran lahan, selama tiga setengah jam terbang, dengan biaya sebesar 150 juta rupiah," jelas mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Kalbar ini.
Selain itu, BNPB menggunakan helikopter Bolcow untuk patroli dan water bombing seberat 450 kilogram air, dengan biaya juga sekitar 150 juta rupiah sekali terbang. Pesawat jenis cassa juga digunakan BNPB untuk teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan, dengan anggaran 150 juta sekali terbang.
Operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Kalbar ini rencananya berlangsung hingga 30 Nopember 2015, dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional.
Penegakan Hukum
Pencegahan kebakaran hutan dan lahan tidak berjalan efektif jika tidak diikuti dengan upaya penegakan hukum. Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Polda Kalbar, Komisaris Besar Polisi Suhadi Suwondo, mengungkapkan, Polda Kalbar telah melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.
"Dari bulan Januari hingga September 2015, sebanyak 10 orang yang sudah diproses hukum, dari 7 laporan yang masuk ke Polda Kalbar," ungkap perwira yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Humas Polda Kalbar ini.
Kesepuluh orang tersebut tertangkap tangan telah melakukan pembakaran lahan, semuanya dari kalangan masyarakat, sementara dari pihak perusahaan belum ada yang diproses hukum, karena melakukan pembakaran lahan.
Namun demikian, Suhadi yang juga Direktur Bina Mitra Polda Kalbar ini menegaskan, Polda Kalbar akan memproses hukum pihak perusahaan jika kedapatan melakukan pembakaran dalam pembukaan lahan perkebunan.
"Jika dipantau dari satelit, ada lokasi titik api di wilayah konsesi perusahaan, namun setelah dilakukan pengecekan ke lapangan, ternyata tidak ada kebakaran lahan," jelasnya.
Sementara itu, Kapolda Kalbar, Brigadir Jenderal Polisi Arief Sulistyanto, juga telah mengeluarkan maklumat agar masyarakat dan perusahaan tidak membakar hutan dan lahan, dengan ancaman hukuman minimal tiga tahun dan maksimal sepuluh tahun penjara.
Selain melakukan penegakan hukum, Polda Kalbar bersama pemadam kebakaran swasta yang ada di Kota Pontianak juga melakukan pemadaman kebakaran lahan yang terjadi di Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Polda Kalbar juga telah mengumpulkan seluruh Kepala Desa di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah, agar melaporkan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya.
Dilain pihak, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar, Anton Priyani Wijaya, mengkritik penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Kalbar, karena belum menyentuh perusahaan perkebunan kelapa sawit atau Hutan Tanaman Industri (HTI).
Karena menurutnya, kabut asap terjadi setelah adanya pembukaan perkebunan kepala sawit dan HTI dengan skala besar di Kalbar, pembakaran untuk pembersihan dan pembukaan lahan. "Kabut asap mulai terjadi pada tahun 1996, saat pembukaan besar-besaran kelapa sawit dan HTI. Dari dulu masyarakat membuka lahan dengan cara membakar, tetapi tidak sampai menimbulkan kabut asap," ungkapnya.
Anton juga mengkritik upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan Water Bombing, karena dinilainya tidak efektif. "Kami nilai 'water bombing' tidak efektif, selain biaya yang tidak sedikit, jika air yang disiram tidak banyak, maka justru akan semakin menimbulkan kabut asap tebal," ujarnya.
Untuk permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang terus terjadi setiap tahun ini, Walhi Kalbar menyarankan, adanya solusi jangka panjang. Pemerintah diharapkan tidak bertindak setelah kebakaran hutan dan lahan besar terjadi. Pencegahan harus menjadi yang utama, membangun partisipasi masyarakat, dan penegakan hukum yang adil, tidak hanya kepada masyarakat pembakar lahan, tetapi juga kepada pihak perusahaan yang melakukan pembersihan dan pembukaan lahan perkebunan dengan cara dibakar.
*jurnalis Kalbar
Email : aswandi99@gmail.com atau wan_di2005@yahoo.com