Nijmegen (Antara Kalbar) - Jauh di tengah hutan sepi, yang diubah menjadi perkemahan, Belanda menyiapkan penampungan bagi ribuan pendatang, yang pada pekan ini mulai berdatangan.
Antara Rabu hingga Jumat, 3.000 pencari suaka pertama mulai berbondong-bondong memasuki gerbang luar Heumensoord di kota Nijmegen, yang terletak di daerah timur berbatasan dengan Jerman.
Sejak pekan lalu, tim pemborong swasta dan tentara bekerja keras mendirikan atap tenda pertama di atas tanah seluas 10 kali lapangan bola, sementara truk-truk menderu-deru keluar masuk bersahutan dengan suara bising bor dan palu.
Tempat itu merupakan pilihan yang gamblang, pada musim panas sekitar 5.000 tentara biasa berkemah untuk mengikuti olahraga jalan kaki terbesar di Eropa, Baris-berbaris empat hari Nijmegen, dan di tempat itu tersedia saluran air serta listrik.
Pada 1990-an, tempat itu dua kali dipergunakan untuk menampung ratusan pengungsi yang menghindari perang yang berakhir dengan terpecahnya bekas Yugoslavia.
Sejauh ini, jika dibandingkan dengan negara lain, seperti, Austria, Hongaria dan Jerman, Belanda dapat dikatakan tidak terlalu terpengaruhi oleh gelombang pengungsi yang berduyun-duyun menyeberangi perbatasan Uni Eropa.
"Kita harus memberi tempat berlindung bagi mereka, kita tidak bisa membiarkan mereka berada di pinggir jalan, khususnya ketika musim dingin akan segera tiba," kata Gerard Brans kepada AFP seusai bersepeda keliling perkemahan untuk mengawasi proses pembangunan.
Pihak berwenang Belanda mengatakan hunian bagi para pencari suaka akan dibangun dengan "sederhana serta manusiawi" dilengkapi tempat tidur, pancuran mandi, kakus, listrik dan koneksi internet.
Kawasan perkemahan ini merupakan penyelesaian sementara, karena pada Juni mendatang mereka harus dipindahkan sehubungan tempat tersebut akan digunakan untuk acara baris tahunan dan juga kegiatan paralimpik.
Di negara yang multibudaya itu, kebanyakan warganya bergerak membantu bersama mengatasi krisis migran, meskipun peraturan imigrasi diperketat dan ada seruan dari politisi kanan-jauh Geert Wilders untuk "menutup gerbang".
Pada 1990-an jumlah pencari suaka di Belanda naik sekitar 40.000 setiap tahun khususnya setelah pecah perang Balkan.
Namun antara 2002 hingga 2013 jumlahnya menurun menjadi sekitar 20.000 per tahun.
Didorong oleh konflik di Suriah, Libya, Irak, Eritrea dan tempat lain kini keadaan menjadi berubah.
Permohonan suaka melambung hingga 159 persen pada triwulan pertama 2015 di Belanda, jumlah ertinggi dibandingkan tempat lain di Uni Eropa, menurut data pada Eurostat.
Jumlah permohonan suaka 6.270 masih termasuk rendah jika dibandingkan dengan ke Hongaria (32.675) dan Jerman (80.935) tetapi sudah cukup untuk membangunkan seluruh negeri.
Barak militer, gedung olahraga dan penjara tidak terpakai sudah diperintahkan untuk menerima para pengungsi sementara jumlah mereka terus naik dan bulan lalu tercatat 7.000 pemohon.
Pada bulan ini tercatat 3.100 pemohon hanya dalam satu minggu.
Menghadapi banjir pengungsi, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyeru negara-negara Uni Eropa untuk menentukan kuota jumlah pengungsi yang akan diterima.
Ia mengatakan ingin mengakhiri "belanja pengungsi" dimana para pendatang itu keliling ke negaranegara kaya Eropa Barat untuk mencari keuntungan dari kesejahteraan hidup.
Di Nijmegen, seorang warga Frits van Loosen(57) mengatakan ia akan terus jalan-jalan di hutan melintasi daerah perkemahan kendati akan penuh dengan para pendatang.
"Tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan masa depan," katanya sambil mengangkat bahu ketika ditanya tentang para migran yang akan berdatangan.
"Tidak ada bukti sampai saat ini bahwa mereka akan menyusahkan," tambahnya.
(Sumber: AFP)