Kalbar Menuju Hilirisasi Industri
Rabu, 28 Desember 2016 10:54 WIB
Pontianak (Antara Kalbar) - Provinsi Kalimantan Barat selama ini dikenal sebagai penghasil bahan baku produk, seperti kayu, karet, "crude palm oil", serta bauksit. Belum ada industri yang mengolah hasil alam itu menjadi sebuah produk siap pakai.
Tentu saja, ada potensi pendapatan yang hilang dari ketiadaan proses tersebut. Selain pendapatan, peluang kerja yang seharusnya bisa diserap di Kalbar, juga dinikmati daerah lain yang sudah memiliki proses pengolahan secara lengkap.
Terkait hal itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2017 berencana mengoptimalisasikan potensi daerah dengan target hilirisasi industri sesuai rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2013 - 2018.
Menurut Gubernur Kalbar Cornelis yang diwakili Asisten III Setda Kalbar Robert Nursanto saat membuka "Humas Gathering" se-Kalbar di Pontianak pada pekan pertama Desember 2016, Tahun 2017 merupakan tahun ke empat dalam pelaksanaan visi misi RPJMD Kalbar 2013 - 2018.
Untuk menuju hilirisasi industri, diperlukan beberapa prasyarat seperti sistem konektivitas dengan dukungan infrastruktur yang mantap, termasuk ketersediaan sumber energi, tenaga kerja yang berkualitas serta iklim investasi yang baik.
Pada tahapan ini diharapkan bahwa peta jalan (road map) industri hilir telah mulai diimplementasikan. Untuk mendukung upaya-upaya ini, juga perlu adanya perhatian terhadap penyiapan SDM yang siap memasuki pasar kerja serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Ada sejumlah titik berat yang harus diperhatikan yakni memahami makna dalam meningkatkan daya saing daerah. Daya saing daerah ini meliputi segala dimensi pembangunan, seperti infrastruktur, ketersediaan energi, iklim investasi yang baik, sumber daya alam yang dikelola dengan baik sebagai bahan baku industri.
Selain itu, tenaga kerja yang berkualitas yang berasal dari pendidikan yang berkualitas baik formal maupun informal, serta kesehatan masyarakat.
Daya saing yang baik ini akan membuka mata investor baik lokal maupun dunia untuk memulai pengembangan industri di Kalimantan Barat.
Terkait hal itu, kebijakan persiapan hilirisasi industri Pemprov Kalbar juga telah didukung oleh Pemerintah Pusat melalui proyek-proyek strategis nasional sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 yang dilaksanakan di Kalimantan Barat.
Seperti pengembangan Pelabuhan Kijing, pembangunan Kawasan Industri Prioritas di Kabupaten Landak dan Ketapang, pembangunan smelter, pengembangan kawasan pangan dan pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Entikong, Nanga Badau dan Aruk.
Kalbar dalam rencana kerja tahun 2017 juga telah menetapkan target indikator makro pembangunan. Diantaranya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 diperkirakan antara 5 - 5,12 persen, angka kemiskinan pada tahun 2017 turun menjadi 8,20 persen.
Kemudian, pengangguran terbuka dapat turun menjadi 4,63 persen pada tahun 2017. Lalu, terkait dengan peningkatan Indek Pembangunan Manusia (IPM) dengan metode baru, capaian IPM Kalimantan Barat pada tahun 2014 adalah 64,89 poin. Untuk tahun 2017 ditargetkan sebesar 67,67 poin diharapkan akan dapat tercapai.
Beberapa proyek strategis mulai selesai dibangun. Seperti Pos Lintas Batas Negara di Entikong yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo pada Rabu (21/12) lalu. PLBN Entikong ini akan menjadi kawasan kepabeanan sehingga memungkinkan untuk aktivitas ekspor impor.
Pembangunan "smelter" pengolahan bauksit juga sudah ada yang selesai seperti yang dilakukan PT WHW di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang. Investornya berasal dari Tiongkok dengan nilai investasi mencapai belasan triliun rupiah.
Tantangan
Namun, harus diakui dalam upaya mencapai target yang ditetapkan di atas, terdapat beberapa tantangan pokok yang perlu mendapat perhatian pada tahun 2017.
Seperti struktur perekonomian Kalbar yang masih ditopang oleh tiga sektor utama. Yakni di urutan pertama sektor pertanian, kedua sektor perdagangan, ketiga sektor industri pengolahan dan menyusul sektor lainnya.
Penguatan struktur yang dicirikan dengan makin menurunnya kontribusi sektor-sektor primer disertai makin meningkatnya kontribusi sektor sekunder dan tersier dalam pembentukan PDRB, dalam waktu yang dekat belum akan terjadi.
Begitu juga kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kalbar secara drastis atau cukup tinggi lebih dikarenakan lingkungan eksternal maupun internal masih menjadi faktor penghambat. Meski demikian, menjadi tantangan untuk merumuskan berbagai strategi dalam upaya perbaikannya.
Sementara berdasarkan data historis, pertumbuhan maupun kontribusi masing-masing sektor PDRB tidak bergerak dinamis dalam hubungannya dengan perimbangan antara sektor primer, sekunder dan tersier.
Demikian juga dengan kecenderungan pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas yang terus melemah, investasi dan ekspor yang melambat, sehingga menjadi tantangan yang perlu disiasati agar kinerja ekonomi memiliki daya saing yang kuat.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar Dwi Suslamanto menuturkan pentingnya proses eksekusi dari setiap target hilirisasi.
Ia mengingatkan perlunya tahapan yang jelas agar target-target tersebut bisa tercapai mengingat yang perlu didorong adalah hal-hal mendasar. Yakni SDM, infrastruktur dan listrik.
Kalau tiga hal tersebut dapat dipenuhi dengan baik, bukan mustahil ekonomi Kalbar akan tumbuh pesat ke depan. Belum lagi posisi Kalbar yang berada di daerah Alur Laut Kepulauan Indonesia I, jarak yang dekat dengan pusat distribusi dunia yakni Singapura, hilirisasi industri langkah yang tepat demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kalbar.