Pontianak (Antara Kalbar) - Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan Seksi Wilayah III Pontianak Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup Kalimantan, menduga pembalakan hutan secara liar di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat kembali marak.
"Hingga saat ini, pembalakan hutan secara liar masih terjadi, bahkan diduga kembali marak," kata Kepala Seksi Balai Gakkum KLHK Kalimantan Seksi Wilayah III Pontianak, David Muhammad di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, pihaknya bersama instansi terkait memang secara rutin melakukan patroli dalam mencegah dan menindak pelaku pembalakan hutan secara liar di sejumlah wilayah di Kalbar.
"Kesulitan kami di lapangan banyak masyarakat tidak mengakui kayu tersebut, sehingga sulit menangkap pelaku utamanya, dari beberapa kasus sebelumnya yang terungkap," kata David.
Meskipun, SPORC meyakini kayu tersebut hasil dari pembalakan hutan lindung, tetapi masyarakat cenderung menutupinya.
Sebelumnya, Rabu (1/11) pihak SPORC Kalimantan telah menyita sebanyak 3.400 batang kayu olahan ilegal di sebuah sawmil di Jalan Lintas Sintang, Desa Gonis Tekam, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalbar, serta menahan tersangka berinisil AP (44).
"Barang bukti ribuan kayu olahan tersebut saat ini dititipkan di Rupbasan Sanggau, sedangkan tersangka AP telah ditahan di Rutan Kelas II Pontianak," kata David.
Menurut dia, operasi tangkap tangan tersebut saat, Tim SPORC mendapat Iaporan masyarakat tentang adanya pengangkutan kayu dari Kabupaten Sintang yang akan dibawa ke sebuah sawmil di daerah Simpang Kayu Lapis Kabupaten Sekadau.
"Tidak lama kemudian Tim SPORC yang sedang melakukan patroli di Simpang Kayu Lapis menemukan sebuah truk pengangkut kayu yang sedang parkir di depan sawmil `Harmonis`, setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata truk tersebut bermuatan kayu jenis belian berdokumen dari Kabupaten Sintang," ujarnya.
Tim SPORC yang curiga terhadap sawmil "Harmonis" itu, kemudian meminta pemilik sawmil AP agar membuka pintu sawmil itu, setelah memasuki sawmil ternyata di dalamnya banyak terdapat kayu olahan. Dari hasil pemeriksaan ditemukan kayu olahan sebanyak 3.400 batang kayu jenis bengkirai, keladan dan rimba campuran tanpa disertai dengan dokumen kayu SKSHHK yang sah.
"Setelah dilakukan pemeriksaan, maka AP ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga melanggar pasal 83 ayat (1) huruf b dan, atau pasal 87 ayat (1) huruf b, atau pasal 87 yat (1) huruf c, UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp2,5 miliar," ujarnya.