Pontianak (Antaranews Kalbar) - Gubernur Kalbar, Sutarmijdi mengungkapkan, sampai saat ini sebagai besar kabupaten/kota yang ada belum memiliki arah pemanfaatan ruang pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
"Kita tidak pernah melakukan segala sesuatu perencanaan dengan matang.?Terlebih, kita tidak memiliki data yang akurat tentang kondisi masyarakat, sehingga dalam melakukan perencanaan pembangunan masih meraba-raba," kata Sutarmidji saat memberikan sambutan kegiatan forum Ekonomi Kementereian Keuangan di Pontianak, Selasa.
Dalam forum tersebut, Sutarmidji melihatkan kondisi Kalimantan Barat yang sebenarnya kepada pemerintah pusat, dalam hal ini diwakili Kementerian Keuangan yang menggelar kegiatan tersebut.
Dia mengungkapkan, di Kalbar masih banyak daerah yang tertinggal, dimana kesenjangan antara masyarakat mampu dan tidak mampu dengan gini ratio bagus sekitar 0,33, dimana untuk tingkat nasional saja 0,39.
"Artinya, kesenjangan antara orang kaya dan miskin itu tidak begitu dalam, sehingga berbagai data menunjukkan harusnya kita tidak berada di posisi 29. Makanya saya katakan, data ini tidak valid," tuturnya.
Padahal, menurutnya, dengan adanya data yang akurat, tentu akan memudahkan pemerintah dalam menjalankan program perencanaan pembangunan yang menyentuh langsung masyarakat.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu juga mengatakan, dari 2000 lebih desa yang ada di Kalbar, masih ada sekitar 451 desa yang belum teraliri listrik. Hal ini tentu menjadi permasalahan, karena masyarakat belum bisa memaksimalkan kondisi ekonominya.
"Daerah yang tidak berlistrik ini tentu menjadi daerah tertinggal dan sangat tertinggal. Hal ini diakibatkan investasi yang masuk hanya pada sektor tertentu yang tidak berdampak langsung kepada masyarakat.
Untuk itu ke depan, arah pembangunan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan keinginan dari penyelenggara pemerintahan," katanya.
Terkait hal itu, katanya, kelemahan Pemerintah Provinsi Kalbar saat ini adalah tidak ada data yang akurat, tepat dan terpadu. Kenyataan ini berpengaruh terhadap upaya-upaya percepatan pembangunan.
"Bisa dilihat, data Bappeda beda, BPS beda dan data pemerintah beda, sehingga, yang harus kita ubah adalah kita harus punya satu data. ?Ini yang jadi acuan kita semua supaya infrastruktur dan capaian-capaian itu jelas," kata Sutarmidji.
Ia tidak menampik bahwa tidak adanya keterpaduan dan kesamaan data ini mengakibatkan adanya kelemahan-kelemahan karena beberapa variabel yang ada.
"Beberapa capaian tidak signifikan dengan kondisi real Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Ini yang harus kita benahi ke depan," katanya.Budi Suyanto