Pontianak (Antaranews Kalbar) - Plt Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menyambut positif dengan dibayarkannya Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) Kota Pontianak oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, sebesar Rp126,2 miliar.
"Tentu ini yang kami harapkan, karena dana bagi hasil itu sudah masuk dalam APBD murni Kota Pontianak 2018," kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Senin.
Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pontianak tahun 2018, dana itu sudah dialokasikan ke sejumlah pos. Aturan pun mengatakan DBHP wajib dibayarkan dan jadi salah satu pos pemasukan daerah, sehingga jika tidak dibayarkan, Pemkot Pontianak bisa gagal bayarnya.
Edi yang juga Wali Kota terpilih Kota Pontianak ini menjelaskan, sejatinya DBHP ditransfer Pemprov Kalbar ke pemda dengan bertahap empat bulan sekali, untuk tahun 2018, hingga September memang dana hak daerah tingkat II itu belum masuk. Namun, dalam APBD murni sudah dianggarkan dana dari bagi hasil.
"Kalau ini tidak ditransfer ke kota, tentu kami jadi susah mau bayar, padahal sudah ada beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan. Kalau ini ditransfer ke kota, alhamdulilah sekali," katanya.
Dia menambahkan untuk DBHP tahun 2017, jatah pembayaran di bulan Desember belum dibayarkan. Biasanya, dana tersebut memang ditransfer di tahun berikutnya. "Dengan majunya kota, DBHP makin besar, dalam aturan juga seharusnya dibayarkan tepat waktu karena hak daerah," katanya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr Erdi menilai langkah Gubernur Kalbar, Sutarmidji yang membayar utang DBHP yang mandek oleh pemerintah sebelumnya, sebagai kebijakan brilian. "Langkah gubernur Kalbar yang mengutamakan hak daerah dengan membayarkan DBHP ke daerah, saya anggap sebagai sikap brilian dan berjiwa besar dari seorang pemimpin," katanya.
Dia mengatakan tak ingin berkomentar soal penyaluran DBHP di pemerintahan sebelumnya. Namun menurutnya, pemimpin yang mengedepankan hak daerah adalah sebuah sikap prestasi.
Akademisi Fisip Untan ini menjelaskan, apa yang dilakukan gubernur Kalbar dalam teorinya pernah dia baca dalam buku Richard Dagger (1997) yang berjudul "Civic Virtues". Penjelasan sama juga dapat dibaca dalam Buku Andreas Salimanto (2005): Political Crisis, Sosial Conflict and Economic Development".
"Jadi secara teoritis, tindakan pak Sutarmidji ini harus kita apresiasi dan saya harap tidak lagi menjadi bahan polemik berkepanjangan," ujarnya.
Erdi menjabarkan, DBHP sesuai UU No. 25/1999, wajib diserahkan atau dibagi ke daerah tepat waktu karena objek pajak berada di daerah. Dan ketika dana itu ditahan oleh pemerintah yang berwenang, berarti pemerintahan itu adalah pemerintahan yang tidak taat asas atau bahasa kasarnya pemerintahan yang zalim.
"Jadi Bang Midji (Sutarmidji) menurut saya melaksanakan perintah UU tersebut dengan mendahulukan dan membagi DBHP menurut porsi dan waktu yang tepat," katanya.
Dengan demikian, geliat pembangunan di daerah dapat dipacu sedemikian rupa sehingga akan berdampak positif pada pemerintah yang di atasnya, baik provinsi maupun pusat. "Jadi keputusan bang Midji membagikan DBHP tersebut sejalan dengan teori pemerintahan modern yang demokratis, sebagaimana diungkapkan kedua ahli barat dalam dua buku di atas. Oleh karena itu, sikap pemimpin publik seperti ini mesti kita dukung dan apresiasi," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Kalbar, Sutarmidji sempat berang, lantaran tahu tunggakan DBHP Pemprov Kalbar kepada kabupaten/kota nilainya hampir Rp600 miliar. APBD Pemprov Kalbar 2018 sendiri defisit dan punya sejumlah proyek dengan nilai sekitar Rp300 miliar. Sementara bagi daerah, mereka bisa gagal bayar proyek atau kegiatan yang sudah dianggarkan dalam APBD murni masing-masing wilayah.
"Kalau saya paksakan proyek yang disusun itu dilaksanakan, maka seluruh kabupaten/kota, duitnya kolaps. Kenapa kolaps, karena bagi hasil pajak tahun 2017 lalu Rp265 miliar belum dibayar, bahkan akan ditunda lagi tahun depan," ungkapnya.
Melihat itu, Sutarmidji yang dilantik sebagai Gubernur Kalbar awal September lalu ini punya dua pilihan. Melanjutkan proyek dalam APBD murni Pemprov, atau memberikan hak daerah tingkat II tersebut, dan pertimbangan lain, nilai tunggakan DBHP bakal membengkak hingga Rp600 miliar.
"Coba dipikirkan, kondisi daerah tingkat dua yang APBD-nya Rp1,7 triliun, Silpanya tidak sampai Rp20 miliar, kemudian pendapatan yang sudah dianggarkan Rp125 miliar tapi tidak terealiasi, ayo kolaps ndak? sehingga daerah itu akhirnya pinjam bank," katanya.
Sutarmidji menambahkan, dirinya tidak ingin hak kabupaten/kota tidak dipenuhi yang akhirnya menjadi permasalahan besar. Dia pun memastikan minggu depan DBHP itu dibayarkan tuntas hingga jatah Desember 2018. "Saya akan buka-bukaan semuanya, sehingga nanti masyarakat bisa tahu siapa yang buat, siapa yang laksanakan," katanya.
Pemkot Pontianak sambut positif Pemprov Kalbar bayar DBHP
Senin, 8 Oktober 2018 8:37 WIB