Singkawang (Antaranews Kalbar) - Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang, Kalbar mencatat 52 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi sejak Januari-Oktober 2018.
"Data ini kita dapatkan dari rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kota Singkawang," kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang, Djoko Suratmiarjo, di Singkawang, Sabtu.
Dia mengatakan angka itu lebih kecil dibandingkan dengan kasus yang terjadi pada 2017, di mana terjadi 166 kasus dengan korban meninggal dunia lima 5 orang.
"Untuk tahun ini belum ada korban yang meninggal dunia," ujarnya.
Secara nasional pun, katanya, kasus DBD di Kota Singkawang tahun ini masih jauh di bawah target, di mana secara nasional ditargetkan angka kasus DBD tidak boleh melebihi 49 kasus dari jumlah penduduk 100 ribu jiwa.
"Sementara untuk Kota Singkawang apabila jumlah penduduk mencapai 100 ribu jiwa, maka kasus yang terjadi baru sekitar 23,74 kasus. Jadi masih di bawah angka yang ditargetkan," ujarnya.
Hal itu, kata dia, tentunya tidak terlepas dari berbagai upaya penanggulangan dan pencegahan yang dilakukan Dinas Kesehatan Singkawang.
"Artinya, jika ada kasus langsung kita tangani untuk melakukan epidemologi di rumah penderita, kemudian kita pantau jarak 100 meter dari rumah si penderita. Jika ada satu kasus saja (penderita DBD lain atau `suspect` atau lima persen saja ditemukan ada jentik-jentik di dalam rumahnya, red.) maka tindakan yang akan dilakukan adalah `fogging` (pengasapan, red.)," ungkapnya.
Akan tapi, lanjutnya, jika tidak memenuhi kriteria di atas, maka rumah penderita yang bersangkutan cukup diberikan abatisasi dan penyuluhan.
Upaya pencegahan, kata dia, sebagai hal penting ketimbang memberikan penanganan. Upaya pencegahan, sudah dilakukan sejak Januari 2017, antara lain melalui pemetaan terhadap daerah-daerah yang rawan penyebaran DBD.
"Untuk tahun 2017 ada sekitar 200 lebih RT yang berwarna merah dan kuning. Dari pemetaan itu, cuma ada dua kelurahan saja yang tidak ada kasus DBD, yakni Kelurahan Sanggau Kulor dan Bagak Sahwa," katanya.
Bahkan, di Sanggau Kulor dua tahun berturut-turut (2016-2017) belum ditemukan kasus DBD.
"Untuk di tahun ini belum dilakukan pemetaan," ujarnya.
Meski demikian, dia sudah bisa memprediksikan jika tiga kelurahan, seperti Pasiran, Roban, dan Kuala rentan kasus DBD.
"Karena setiap tahunnya tiga daerah ini selalu ada kasus DBD dan kasusnya juga terbilang tinggi," ungkapnya.
Pada 2017, kasus tertinggi khusus di Kecamatan Singkawang Tengah adalah Kelurahan Roban, Kecamatan Singkawang Barat adalah Kelurahan Pasiran, dan Kecamatan Singkawang Selatan adalah Kelurahan Sedau.
"Tiga kelurahan ini sudah pasti ada kasus DBD-nya setiap tahun," katanya.
Khusus daerah yang selalu ada kasus DBD, disarankan pihaknya untuk selalu menggalakan gerakan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) apabila memasuki musim penghujan.
Di samping itu, pemberian abatisasi dalam setahun empat kali mengingat abate hanya efektif sampai tiga bulan.
"Pemberian abatasisasi ini kita gunakan para kader, karena sasarannya bukan hanya pada rumah tapi juga sekolah-sekolah," katanya.?
Pada 2017, katanya, 100 lebih RT di Kota Singkawang yang diberikan abatisasi.
"Alhamdulillah, upaya pencegahan yang dilakukan membuah hasil, di mana kasus DBD di Kota Singkawang turun di urutan paling bawah dari 14 kabupaten/kota yang ada di Kalbar," ujarnya.
Ke depan, kata dia, guna memperkecil kasus DBD di Kota Singkawang, pihaknya akan mengampanyekan gerakan satu rumah satu jumantik.
"Kebetulan di Kecamatan Singkawang Utara sudah memulai gerakan ini. Alhamdulillah, tahun ini kasus DBD yang terjadi di kecamatan tersebut sudah mulai menurun," ungkapnya.
DBD merupakan penyakit endemik. Artinya tidak ada satu kabupaten/kota pun di Indonesia yang bebas DBD sehingga gerakan satu rumah satu jumantik perlu dilakukan guna memberantas sarang nyamuk dengan mengajak seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk.