Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan, selama intensifikasi pengawasan pangan, pihaknya menemukan 35.534 pieces pangan yang melanggar ketentuan, dan didominasi oleh pangan tanpa izin edar (TIE) sebanyak 19.795 pieces atau 55,7 persen.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan di Jakarta, Jumat, hasil pengawasan produk pangan olahan selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri menemukan pelanggaran dalam tiga kategori, yakni tanpa izin edar (TIE), kadaluwarsa, dan rusak. Dia menyebutkan, pelanggaran berupa TIE diikuti oleh produk kadaluwarsa 14.300 atau 40,2 persen, serta pangan rusak sebanyak 1.439 pieces atau 4,1 persen.
Dia menambahkan, Jakarta menjadi wilayah dengan pangan tanpa izin edar (TIE) terbanyak, yakni sebanyak 9.195 pieces, diikuti oleh Batam (2.982), Tarakan (2.044), Balikpapan (1.185), dan Pontianak (487).
Dia menyebutkan bahwa pangan TIE tersebut diimpor dari 11 negara, antara lain Malaysia, China, Arab Saudi, dan Singapura. Terdapat berbagai jenis pangan, katanya, seperti minuman serbuk, bumbu, hingga biskuit.
"Meski jumlah produk rusak lebih sedikit, tetap diperlukan perhatian untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan," katanya.
Menurutnya, hal itu menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap distribusi dan kepatuhan regulasi.
Adapun produk-produk yang melanggar ketentuan, katanya, ditemukan pada pengawasan terhadap 1.190 sarana peredaran yang terdiri dari ritel modern sebanyak 50,3 persen, ritel tradisional sebanyak 30,6 persen, gudang distributor 18 persen, gudang importir 1 persen, dan gudang e-commerce 0,2 persen.
Selain pengawasan langsung di lapangan, pihaknya juga melakukan pengawasan secara siber. Pihaknya menemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan Tanpa Izin Edar (TIE), dengan mayoritas produk berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.
"Temuan ini menunjukkan bahwa produk impor ilegal masih banyak beredar secara daring, berpotensi membahayakan konsumen," katanya.
Terkait hasil pengawasan takjil, Taruna menyebutkan bahwa hanya ada 96 pieces atau 1,94 persen yang melanggar aturan dari 4.958 sampel yang diuji.
Dia menyebutkan bahwa total nilai keekonomian produk yang ditemukan dalam pengawasan langsung dan daring yakni Rp16,5 miliar. Adapun pengawasan dilakukan sejak 24 Februari 2025.
BPOM menindaklanjuti temuan-temuan tersebut dengan langkah-langkah korektif seperti sanksi administratif, pencabutan link jualan, preventif seperti Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada pelaku usaha dan masyarakat.
"Kolaborasi semua pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan ekosistem perdagangan dan peredaran pangan yang baik dan berkeadilan dalam rangka memastikan pangan yang beredar memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi," dia menambahkan.