Pontianak (ANTARA) - Sejumlah tokoh agama di Kota Pontianak memberikan dukungan kepada aparat kepolisian setempat dalam menangani kasus perkelahian antarpelajar SMA dan SMP yang kemudian menjadi viral di media sosial dengan penegakan hukum yang adil.
"Saya mengapresiasi kerja aparat polisi di Pontianak. Cepat tanggap menangani kasus yang sudah tersebar luas dan viral di media sosial itu. Karena merupakan tindakan yang tidak sesuai etika yang baik," kata Pendeta Ir Iwan Luwuk, kepada Antara di Pontianak, Jumat.
Ia mengatakan, Kepolresta Pontianak bersama jajarannya hingga Polsek Pontianak Selatan telah bertindak cepat sehingga persoalan yang sesungguhnya bisa menimbulkan preseden buruk bagi anak-anak muda Pontianak ke depannya.
Pendeta itu berharap dengan cepatnya proses hukum dilakukan, maka persoalan serupa tidak terulang lagi karena generasi muda akan takut melakukan perbuatan tidak baik seperti itu.
"Sebagai seorang rohaniwan, saya mengakui memang tidak mudah mendidik anak-anak saat ini, apalagi dipengaruhi adanya media sosial," kata pendeta tersebut.
Ia mengatakan tidak bisa membahas dari sisi hukum kasus tersebut, namun menyetujui tindakan aparat polisi yang membawa masalah tersebut ke proses hukum.
Sedangkan dari sisi rohani untuk ke depannya sebagai upaya antisipasinya, ia mengajak secara bersama- sama tiga para pihak di antara orang tua, guru, dan rohaniwan, untuk mendidik menjaga, dan mengawasi anak-anak dalam pergaulan sosialnya mereka.
"Orangtua mengawasi anak-anaknya di rumah, guru di sekolah, rohaniwan atau tokoh agama lainnya di rumah ibadah, baik masjid atau gereja. Ketiganya harus sinergis," kata Iwan Luwuk yang juga sekretaris daerah persekutuan gereja-gereja Pantekosta Indonesia se Kalbar itu.
Ia mengajak semua pihak saling menjaga anak-anak baik di lingkungan rumah, sekolah, pergaulan sehari-hari hingga ke rumah ibadah.
"Saya sangat mendukung tindakan apapun yang dilakukan kapolres demi kebaikan kita bersama. Sehingga ke depannya tidak terjadi lagi karena sudah diantisipasi sejak dini," kata wakil sekretaris Forum Kerukunan umat beragama Kota Pontianak itu.
Menurut Iwan lagi, jika seorang anak dididik dengan agama yang baik, dia akan takut kepada Tuhan. Sehingga dalam kehidupan sehari-haripun ia akan takut berbuat salah.
"Kami di rumah ibadah mengawasi umat kami, mendidik anak-anak muda di gereja ataupun di masjid untuk betul-betul menjadi anak muda yang takut akan Tuhan. Kalau suatu pribadi takut kepada Tuhan, dia tidak akan berbuat jahat," ujarnya.
Untuk ke depan ia mengajak membuat kegiatan bersama untuk anak-anak muda, yang melibatkan para pihak terkait dari Polresta Pontianak dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, untuk membahas bagaimana anak muda Pontianak ke depan.
"Mungkin semua rohaniwan, guru-guru, dan orang tua atau komite sekolah, membuat kegiatan bersama, kumpul semua membahas permasalahan ini agar anak-anak kita tidak semakin terjerumus," kata Pendeta dari Gereja Pantekosta Indonesia di Jalan Gajah Mada Pontianak itu..
Sementara pernyataan senada juga disampaikan pengasuh Pondok Pesantren Darunnaim Putra di Jalan Ampera Pontianak, Habib Zaki bin Muhammad Ridha bin Yahya.
"Saya sangat mendukung upaya aparat penegak hukum dalam menangani kasus itu, dan masalah ini sudah menjadi 'buah bibir' bukan hanya nasional tetapi juga internasional," katanya.
Ia menjelaskan, hikmahnya dari kasus tersebut adalah perlunya unsur etika adab akhlak sedini mungkin bagi anak-anak. "Dalam arti seperti ini penerapan nilai-nilai etika agama perlu disampaikan di dalam salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah mereka masing-masing," kata dia.
Dia mencontohkan, jika di pondok pesantren, nilai etika lebih diutamakan. "Sampai kami punya semboyan, lebih bagus kami punya santri yang bodoh, tetapi dia berakhlak, daripada pintar tetapi tidak berakhlak.
Karena dengan etika yang baik, ilmu akan ditarikkan," kata dia lagi. tetapi kalau orang itu tidak berakhlak. Karena jika berilmu tetapi tidak berakhlak, ilmu itu akan hancur," katanya lagi.
Habib Zaki menyatakan harus digarisbawahi adanya kebersamaan antara orang tua dengan guru di sekolah masing-masing. Jadi tak boleh melepaskan begitu saja. Juga dengan pergaulan karena sangat menentukan sekali.
"Pergaulan mencetak indikasi seseorang itu menjadi A, menjadi B, itu merupakan organ yang paling vital dalam membentuk karakter sosial seorang anak. Jadi anak itu berkumpul dengan siapa, dilihat pergaulannya," kata pengasuh pondok pesantren itu.
Ia menyebut satu pepatah, orang yang kumpulnya dengan peminum maka akan dikatakan sebagai peminum walaupun dia tidak minum. Orang yang berkumpulnya dengan pencuri, akan dikatakan pencuri walaupun dia tidak mencuri.
Menurut Habib itu, anak-anak yang terkait kasus tersebut, sekalipun berada di bawah umur, tetapi harus mendapatkan sanksi, agar ada efek jera dan ke depan atau bagi generasi berikutnya, tidak akan terjadi lagi atau berulang.
Ia mengaku terkejut dengan adanya peristiwa seperti itu di Pontianak. Makanya suatu sanksi harus diberlakukan agar anak-anak menjadi takut dan tak mau melakukannya lagi.
Baik pendeta Iwan Luwuk maupun Habib Zaki, mengaku sama-sama terkejut setelah tahu anak-anak yang berkelahi itu adalah anak perempuan.
"Kalau seperti ini, anak perempuan, tidak ada bedanya dengan laki-laki, pengeroyokan. Jadi etika akhlak bagi generasi muda saat ini perlu pembinaan dan betul-betul diterapkan," kata Habib Zaki.
Untuk menggunakan media sosial dalam bersosialisasi di dunia maya, menurut Habib Zaki, sangat tergantung kepada pemegangnya. "Akan baik kalau medsos digunakan orang baik. Seperti air warna merah yang dimasukkan dalam gelas kosong dan akan menjadi merah," katanya.
Dan para orangtua hendaknya membantu anak-anaknya dalam menggunakan perangkat telepon genggam, mengawasi aktivitas mereka, kata dia.
Tokoh agama dukung penegakan hukum terhadap perkelahian pelajar
Jumat, 12 April 2019 18:01 WIB