Pontianak (ANTARA) - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) didukung Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) dan Google News Initiative menggelar program cek fakta selama penyelenggaraan Pemilu 17 April 2019.
Selama dua hari, sejak Selasa 16 April 2019 dan hari ini, 17 April 2019 sejak TPS dibuka, puluhan pemeriksa fakta dari AMSI dan AJI sudah bersiap di suatu gedung pertemuan di Jakarta Pusat, untuk memeriksa potensi hoaks, kabar kibul, dan disinformasi yang beredar di dunia maya sepanjang penyelenggaraan pemungutan suara.
Para pemeriksa fakta ini tergabung dalam inisiatif cekfakta.com yang diperkuat 24 media online anggota AMSI dan Mafindo. Ada juga para pemeriksa fakta yang tergabung dalam jejaring alumni pelatihan cekfakta yang digelar AJI bersama Google News Initiative.
Selain yang bekerja di Jakarta, program ini juga didukung 15 AMSI wilayah yang ada di seluruh Indonesia.
Para pemeriksa fakta di daerah ini bekerja bersama dikoordinasikan oleh media anggota AMSI di Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Makassar, Mamuju, Manado, Ambon dan Jayapura.
Ke-15 wilayah ini melakukan periksa fakta atas kabar hoaks yang beredar di wilayahnya didukung oleh para pemeriksa fakta alumni training AJI.
Dengan dibantu aplikasi Check, yang juga digunakan untuk inisiatif serupa di Amerika Serikat, Meksiko, Brasil dan India, tim cek fakta di Indonesia memeriksa ratusan klaim yang beredar di media sosial dengan kata-kata kunci yang terkait integritas dan kredibilitas penyelenggaraan pemilu. Misalnya: antrean pemilih, politik uang, serangan fajar, intimidasi pemilih, kinerja KPU, dan lain-lain.
Pemilahan klaim di media sosial dibantu puluhan mahasiswa dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Universitas Indonesia, dan sejumlah kampus di Jakarta.
Setelah klaim dinilai relevan dengan kepentingan publik, para pemeriksa fakta mulai bekerja, melakukan verifikasi, dengan mencari asal muasal klaim, mencocokkan dengan sumber data primer dan memastikan konteks dari klaim tersebut. Setelah diperiksa, klaim itu diberikan status final, yakni: benar (true), salah (false), sesat (mislead), tidak ada kesimpulan (inconclusive) atau tak tuntas (disputed).
Hasil periksa fakta itu kemudian diolah menjadi artikel untuk dimuat di media online anggota AMSI dan dipublikasikan di situs cekfakta.com.
Tim media sosial CekFakta yang didukung International Center for Journalists (ICFJ) kemudian menyebarluaskan artikel-artikel tersebut agar bisa diakses publik secara luas.
Ketua Umum AMSI, Wenseslaus Manggut, menjelaskan alasan di balik program ini.
"Cek fakta ini membuat dunia jurnalisme kita kembali dipercaya oleh publik. Inisiatif ini juga menolong publik menyaring informasi yang beredar, membantu mereka memilah mana yang benar, mana yang keliru, dan mana yang hoaks belaka. Kami berharap program cekfakta ini mengembalikan kebenaran ke ruang bersama," kata dia.
Sementara Ketua Umum AJI, Abdul Manan, menegaskan pentingnya program ini untuk publik.
"Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Dengan inisiatif cek fakta, jurnalis kembali menjalankan fungsi utamanya dalam melayani kepentingan publik yakni menyediakan informasi yang faktual, kredibel dan akurat. Ini teramat penting di era media sosial, ketika hoaks, kabar kibul dan disinformasi beredar di mana-mana, dan lebih-lebih lagi, di masa pemilu ketika publik amat membutuhkan rujukan yang bisa dipercaya," katanya.
Karena itu, kata Manan, inisiatif cek fakta ini menjadi salah satu upaya signifikan jurnalis dan media untuk melawan disinformasi yang banyak berseliweran selama pemilu.
Irene Jay Liu, Kepala Google News Lab, Asia Pasifik, menegaskan bahwa model kolaborasi cek fakta di Indonesia bisa jadi contoh di seluruh dunia.
"Kerja Cekfakta.com dalam melawan misinformasi saat ini, dan selama masa pemilu yang baru lewat, bisa jadi inspirasi dan model kolaborasi jurnalis dan media untuk kepentingan publik. Google News Initiative merasa terhormat untuk bisa mendukung upaya terus menerus dari inisiatif cekfakta ini," kata Irene.
Mohammad Khairil Haesy, anggota Komite Cek Fakta Mafindo, menjelaskan alasan kenapa program ini harus terus dilakukan di masa mendatang.
"Kami mendukung inisiatif cek fakta ini karena makin maraknya info keliru di masyarakat, penyebaran hoaks yang masif membutuhkan kehadiran banyak artikel periksa fakta. Program ini membuat keberadaan informasi yang terverifikasi makin banyak di publik," katanya.
Ke depan, pihaknya berharap program seperti ini terus diadakan, terutama untuk pemilihan umum berikutnya.