Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) hingga kini belum menerima surat atau pemberitahuan secara resmi terkait penghapusan kebijakan perekaman biometrik untuk proses penerbitan visa haji dan umroh bagi jamaah.
“Kami sampai saat ini belum menerima surat secara resmi atau pemberitahuan secara resmi yang menyampaikan bahwa sudah tidak ada lagi kewajiban untuk pengambilan biometrik,” kata Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Sri Ilham Lubis di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Rabu, setelah memberikan materi dalam Pembekalan Terintegrasi Petugas Haji Arab Saudi Tahun 1440H/2019M.
Sebelumnya beredar pengumuman yang ditandatangani oleh Bagian Konsuler Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia di Jakarta yang menyebutkan bahwa Divisi Konsuler menyampaikan terkait terbitnya Surat Keputusan Kerajaan Arab Saudi nomor 43313 tanggal 4/8/1440 H atau 9 April 2019.
Pengumuman itu terkait tidak diwajibkannya perekaman biometrik di negaranya untuk proses penerbitan visa haji dan umroh bagi para jamaah. Surat itu ditandatangani di Jakarta pada 22 April 2019.
Sri Ilham mengaku belum memastikan pengumuman tersebut dan memerlukan waktu untuk berkoordinasi secara internal dengan Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri.
“Untuk lebih jelasnya sebaiknya nanti bisa ditanyakan kepada Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri karena domainnya ada di dalam negeri,” katanya.
Selama ini, Pemerintah Arab Saudi menetapkan proses rekam biometrik jemaah haji sebagai syarat proses penerbitan visa.
Pemerintah Saudi sebagaimana negara-negara lain menerapkan perekaman itu meliputi pengambilan identifikasi sidik jari, pengenalan wajah, telapak tangan, dan juga pengenalan iris (retina mata).
Proses rekam biometrik dilakukan untuk keperluan memudahkan dan mempercepat proses imigrasi saat jemaah memasuki Arab Saudi (Jeddah atau Madinah).