Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). Kali ini, KPK memanggil anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eka Sastra.
Adapun pengangkutan itu untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Eka dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka inisial IND dari unsur swasta.
"Yang bersangkutan hari ini dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND, swasta terkait tindak pidana korupsi suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT PILOG dengan PT HTK dan penerimaan lain yang terkait jabatan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Selain Eka, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka IND, yaitu Kasubdit Dana Alokasi Khusus (DAK) 1 pada Direktorat Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Sandy Firdaus dan Dipa Malik dari unsur swasta.
Selain Indung, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni anggota Komisi VI DPR RI inisial BSP dan Marketing Manager PT HTK inisial AWI.
Diduga sebagai penerima adalah BSP dan Indung. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu AWI.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada BSP
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesepahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
BSP diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh BSP untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan BSP sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.