Pontianak (ANTARA) - "Dari hutan kami dapat sumber makanan seperti babi liar, kijang dan ikan dengan mudah. Beragam tumbuhan untuk obat juga tersedia setiap saat dan itu tanpa bayar".
Kata-kata itu terucap dari mulut Fransiskus Bakir, (37) seorang petani dari suku Dayak Seberuang dari Desa Riam Batu, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, Kamis (27/6).
Desa Riam Batu berjarak 77 kilometer dari Kota Sintang, atau 464 kilometer dari Kota Pontianak. Dari Kota Sintang, waktu tempuh ke desa tersebut mencapai 5 jam perjalanan darat melewati jalan penuh lumpur.
Sebanyak 264 Kepala Keluarga (KK) atau 961 jiwa Masyarakat Adat (MA) Suku Dayak Seberuang bermukim di Riam Batu yang memiliki hutan adat dengan luas 2.936,59 hektare di dalam kawasan hutan lindung dengan peruntukan perladangan sebesar 19,13 persen dan pemukiman 0,27 persen.
Dalam mengelola wilayah adat, MA Seberuang Riam Batu memiliki tata kelola yang telah mereka lakukan secara turun temurun. Mereka telah menetapkan kawasan hutan adat yang dijaga secara turun temurun, kawasan perladangan, gupung yaitu hutan tengkawang, durian dan buah-buahan, tembawang perkebunan khususnya perkebunan karet.
Selain sebagai komoditi ekonomi juga beberapa hasil lahan bermanfaat dalam sesajen seperti ayam, babi dan dedaunan yang biasanya dipakai dalam ritual pembukaan ladang baru.
Masyarakat Adat Seberuang yang bermukim di Desa Riam Batu juga memiliki satu kearifan lokal dimana warga adat memperlakukan padi seperti mahluk hidup dan memposisikannya dengan penuh hormat. Masyarakat pantang membanting padi dan ketika menjadi nasi tidak boleh tercecer saat dimakan.
Lembaga adat masyarakat adat Seberuang juga masih ditaati dan berfungsi sepenuhnya. Semua perselisihan dan konflik yang terjadi antar warga diselesaikan secara adat.
Demikian juga dengan adat yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran, masa pertumbuhan, perkawinan sampai dengan kematian. Jika mereka mengalami musibah seperti longsor yang terjadi pada tahun 2015 lalu, mereka melakukan ritual Nyengkelan Tanah yaitu upacara adat untuk memberkati dan membersihkan tanah dan air.
Ritual adat dalam memanen maupun membuka lahan dan ladang yang baru juga masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Seperti pada hari ini Kamis (27/6) warga Dusun Lanjau di Desa Riam Batu sedang mengadakan acara “Gawai” syukuran atas hasil panen yang berlimpah pada musim buah bulan ini.
Warga menyembelih babi dan melarung ayam ke sungai sebagai ungkapan rasa syukur dan membuang jauh penyakit segala bentuk penyakit dari desa Lanjau.
Peneliti Conservation Strategy Fund (CSF) Indonesia Aziz Khan menjelaskan, hingga kini SK Bupati Sintang tak kunjung turun meski Perda yang membawahinya telah terbit sejak 2015. Dia mengatakan, ada keraguan dari pihak legislatif dan eksekutif atas potensi ekonomi masyarakat adat dalam mengelola wilayahnya.
Ada kecurigaan bahwa keberadaan masyarakat adat akan menjadi faktor penghambat investasi, kata Aziz.
Sementara hasil studi tim ekonomi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bekerja sama dengan Aziz Khan pada Februari-April 2018, menunjukan nilai ekonomi per kapita per tahun wilayah Masyarakat Adat Seberuang sebesar Rp36,45 juta, lebih besar ketimbang Produk Domestik Bruto Daerah (PDRB) pertahun Kabupaten Sintang Rp27,89 juta tahun 2016.
Aziz menuturkan, masyarakat adat Seberuang pada dasarnya memerlukan dukungan dari pemerintah dalam hal regulasi yang mengakui dan melindungi hak-hak mereka sebab regulasi seperti ini menjadi pembebas bagi masyarakat adat untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang mereka miliki untuk kemakmuran.
Persiapkan sekolah adat
Saat ini Masyarakat Adat Suku Seberuang mendapat pendampingan dari Pengurus Daerah (PD) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Sintang yang diketuai Antonius Antong yang juga merupakan putra asli Seberuang.
Antong mengatakan sedang mempersiapkan pembukaan Sekolah Adat di Riam Batu untuk menjaga tradisi dan budaya Masyarakat adat suku dayak Seberuang.
Selain sekolah adat, mereka juga sedang meminta pengakuan dari pemerintah untuk mengelola hutan adat yang ada di desa Riam Batu untuk mengembangkan ekonomi masyarakat adat.
Desa Riam Batu adalah potret salah satu desa di pedalaman Kalimantan Barat. Meski tanpa infrastruktur yang baik seperti tidak adanya sinyal telekomunikasi, namun desa tersebut terus berbenah. Warga pun senantiasa bersenandung untuk menjemput impian mereka.