Seoul (ANTARA) - Korea Selatan dan Amerika Serikat akan melakukan latihan militer musim semi minggu ini, tetapi latihan bersama akan lebih kecil dari biasanya karena pandemi virus corona, kata Seoul pada Minggu.
Sekutu itu akan memulai "latihan pos komando lewat simulasi komputer" selama sembilan hari pada Senin, kata Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan dalam sebuah pernyataan.
Korea Selatan dan Amerika Serikat memutuskan untuk melanjutkan latihan setelah "secara komprehensif mempertimbangkan situasi COVID-19, pemeliharaan postur kesiapan tempur, denuklirisasi Semenanjung Korea dan pembentukan perdamaian," kata JCS, yang mencatat bahwa latihan ini bersifat "defensif".
Latihan tersebut tidak termasuk manuver luar ruangan, yang telah dilakukan sepanjang tahun, dan jumlah pasukan serta peralatan akan diminimalkan akibat pandemi, kantor berita Yonhap melaporkan.
Latihan ini juga memberikan kesempatan untuk menilai kesiapan Korea Selatan untuk mengambil alih kendali operasional masa perang (OPCON), dan serangkaian latihan skala kecil dapat mempersulit upaya Presiden Moon Jae-in untuk menyelesaikan alih kendali itu sebelum masa jabatannya berakhir pada 2022.
Bahkan sebelum pandemi, latihan telah dikurangi untuk memfasilitasi negosiasi AS yang bertujuan membongkar program nuklir Pyongyang.
Latihan gabungan tersebut dipantau secara ketat oleh Korea Utara yang menyebutnya sebagai "persiapan untuk perang".
Sementara Pyongyang terkadang menanggapi latihan semacam itu dengan unjuk kekuatan militernya sendiri, saat ini mungkin tidak melakukannya, kata Chad O'Carroll, Dirut Grup Risiko Korea, yang memantau Korea Utara.
"Saya pikir ada terlalu banyak hal pada agenda domestik yang salah yang berisiko dari setiap eskalasi signifikan strategi saling membalas," katanya di Twitter. "Dan inilah sebuah pemerintahan yang cenderung memfokuskan sebagian besar sumber dayanya untuk menangani satu masalah utama pada satu waktu."
Tindakan drastis Korea Utara untuk mencegah wabah COVID-19 telah memperburuk pelanggaran hak asasi manusia dan kesulitan ekonomi, termasuk laporan kelaparan, bagi warganya, yang diperparah sanksi internasional, kata seorang penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sumber: Reuters