Jakarta (ANTARA) - Divisi Profesi dan Pengamanan (DivPropam) Polri segera membentuk Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk melaksanakan sidang etik terhadap dua terduga pelanggar kasus tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF) akibat kelalaian tertembak senjata api ilegal oleh Bripda IM dan IG.
Kepala DivPropam Polri Irjen Pol. Syahardiantono kepada wartawan di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya masih dalam proses pemeriksaan terhadap kedua terduga pelanggar, yakni Bripda IM dan IG.
“Masih proses pemeriksaan, KKEP segera dibentuk,” kata Shahardiantono.
Hasil pemeriksaan Propam Mabes Polri, Bripda IM dan IG dinyatakan bersalah melanggar kode etik tingkat berat. Penyidikan pidana maupun etik terhadap keduanya berlangsung secara paralel. Untuk kasus pidana diusut oleh Polres Bogor Kabupaten.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyebut, kedua tersangka atau terduga pelanggar, yakni Bripda IM dan Bripka IG sudah dilakukan penempatan khusus atau Patsus di Biro Provos DivPropam Polri.
Ia mengatakan, DivPropam Polri telah melakukan gelar perkara yang melibatkan satker yaitu Irwasum, Divkum SDM, Wassidik dan Densus 88 Antiteror Polri.
“Hasil gelar perkara menetapkan kedua terduga pelanggar atas nama Bripda IM dan Bripka IG melakukan pelanggaran kode etik kategori berat dan dilaksanakan patsus atau penempatan khusus di ruang sel patsus Biro Provos DivPropam Polri,” kata Ramadhan.
Untuk pelanggaran kode etik, Bripda IM dan Bripka IG melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2003, Pasal 8 huruf c, Pasal 10 ayat (1) huruf f, Pasal 10 ayat (6) huruf a dan b Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Sementara itu terkait penyidikan tindak pidananya, Kapolres Bogor Kabupaten AKBP Rio Wahyu Anggoro mengatakan untuk tersangka Bripda IM dikenakan Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951.
Sedangkan untuk tersangka Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
“Untuk ancaman pidananya, pidana hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun,” kata AKBP Rio.