Jakarta (ANTARA) - Komisi Kode Etik Polri memutuskan menjatuhkan sanksi administrasi berupa pemberhentian tidak dengan hormat kepada Brigadir Polisi Kepala (Bripka) IGP, tersangka kasus tertembaknya Brigadir Polisi Dua Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan di Jakarta, Jumat, mengatakan Bripka IGP dinyatakan bersalah melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 11 huruf c, Pasal 13 ayat (4) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 8 huruf c angka 1, Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5, Pasal 10 ayat (1) huruf f, Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 Juncto Pasal 10 ayat (6) huruf a dan huruf b Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Ramadhan menjelaskan sidang KKEP dalam putusannya menyatakan Bripka IGP dijatuhi sanksi etika, yaitu perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela.
"Sanksi administratif berupa penepatan khusus selama tujuh hari terhitung sejak tanggal 28 Juli sampai 4 Agustus di Ruang Patsus Biro Provos Divisi Propam Polri, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri," katanya.
Sidang etik Bripka IGP digelar pada Jumat siang di Ruang Sidang Divisi Propam Polri dengan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi Agus Wijayanto sebagai Ketua Komisi dan Komisaris Besar Polisi Rudy Mulyanto sebagai Wakil Ketua Komisi. Kemudian AKBP Heru Waluyo, AKBP Kholiq Iman Santoso dan AKBP Endang Werdiningsih sebagai anggota komisi.
Atas putusan sidang tersebut, Bripka IGP menyatakan banding. "Pelanggar menyatakan banding," kata Ramadhan.
Sebelumnya, Polri juga sudah menggelar sidang etik terhadap Bripda IMS, tersangka lainnya dalam kasus kelalaian membawa senjata api ilegal hingga mengakibatkan juniornya di Densus 88 Antiteror Polri, yakni Bripda IDF, tewas tertembak.
Sama seperti Bripka IGP, tersangka Bripda IMS juga dijatuhi sanksi PTDH dan menyatakan banding atas putusan tersebut.
Hasil penyidikan sementara yang dilakukan Kepolisian Resors Bogor, diketahui senjata api ilegal tersebut milik Bripka IGP. Namun, pada saat kejadian ada di tangan Bripda IMS untuk ditunjukkan kepada Bripda IDF.
Bripda IDF tewas tertembak akibat kelalaian rekan kerjanya yang memperlihatkan senjata api rakitan ilegal di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Minggu (23/7).
Dua anggota Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri ditetapkan sebagai tersangka, yakni Bripda IMS dan Bripka IG. Keduanya dinyatakan melanggar kode etik kategori pelanggaran berat serta tindak pidana Pasal 338 KUHP.
Tersangka Bripda IMS dijerat Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951. Sedangkan tersangka Bripka IG dijerat Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Keduanya terancam pidana hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.