Jakarta (ANTARA) - Seiring berkembangnya kawasan skala kota dengan lahan di atas 500 hektare, maka penataan lingkungan menjadi syarat mutlak demi kenyamanan bagi warga yang tinggal di dalamnya maupun di luar kawasan.
Lingkungan yang baik tidak sekadar menanam pohon atau membangun taman tetapi juga penyediaan air bersih, memiliki pengolahan air limbah, penanganan sampah, penanganan lalu lintas, hingga penyediaan transportasi publik.
Konsep hunian ramah lingkungan (eco green living), menurut Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga bisa menjadi jawaban terkait penataan lingkungan yang baik, termasuk penanganan polusi udara yang terjadi di Jakarta dan kota-kota sekitarnya.
Polusi udara di Ibu Kota bukan sesuatu yang baru, karena Jabodetabek dan terutama Jakarta selalu mendapatkan peringkat satu sampai tiga dalam lima tahun terakhir terkait polusi udaranya. Dalam lima tahun ke depan lingkungan di Jabodetabek akan tetap seperti sekarang ini jika tidak ada aksi seluruh pemangku kepentingan.
Untuk mewujudkan eco city maupun eco living sebenarnya bisa dilaksanakan sepanjang pemerintah daerah memiliki kemauan. Pertama, pemerintah daerah membuat kondisi yang nyaman untuk orang berjalan kaki menuju satu tempat ke tempat lainnya, misalkan ke sekolah, pasar dan fasilitas lainnya.
Di luar negeri, fasilitas ini sudah berkembang dengan istilah pengembangan berorientasi pejalan kaki (pedestrian oriented development/ POD).
Namun, di Indonesia dengan iklim tropis, sebaiknya untuk pengembangan fasilitas pedestrian ini perlu dipayungi dengan pepohonan, agar nyaman.
Kedua, pembangunan kawasan perumahan harus mensyaratkan lingkungan yang memenuhi syarat baik dari aspek udara maupun air bersih.
Ketiga, mendorong penghuninya membudayakan gaya hidup sehat. Sebagai contoh, berjalan kaki. Sebab, kenyataannya budaya jalan kaki, bersepeda, dan menggunakan transportasi publik masih sangat kurang.
Terakhir, memberikan ekologi kepada makhluk lain. Dengan udara bersih dan lingkungan sehat maka hewan seperti burung akan menunjukkan apakah udara bersih atau tidak. Kalau kotor atau berpolusi maka burung akan lari atau menghindar dari lingkungan tersebut.
Warisan
Program keberlanjutan (sustainability) lingkungan menjadi faktor penting karena akan diwarisi generasi penerus. Tentunya tidak bijak jika generasi penerus mewarisi lingkungan yang rusak sehingga menjadi beban. Meski saat ini tidak terlihat, tapi jika lingkungan dibiarkan seperti sekarang ini, maka akan membuat biaya ekonomi ke depan menjadi semakin tinggi.
Menurut Penasihat Sinar Mas Land, Ignesjz Kemalawarta mengingatkan bahwa kawasan skala kota program keberlanjutan lingkungan menjadi hal yang tidak bisa ditunda-tunda lagi di tengah ancaman pemanasan global.
Dengan kondisi sekarang ini, pemerintah Indonesia telah meratifikasi kesepakatan untuk tidak menambah pemanasan global. Pemanasan global saat ini sudah tidak boleh lagi bertambah di atas 1,5°C karena dampak terhadap kerusakan lingkungan akan sangat besar. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target bebas emisi (net zero emission) pada 2060.
Terkait hal itu, penerapan program lingkungan, sosial, dan tata kelola atau dikenal Enviromental, Social, dan Governance (ESG) harus diterapkan seluruh pengembang skala kota guna memastikan program yang dijalankan di bidang lingkungan masih dalam koridor yang benar.
Contohnya, meski saat ini sudah banyak perlengkapan rumah tangga menggunakan listrik, namun kalau sumber pembangkitnya dari energi yang buruk maka penerapan ESG ini juga tidak bisa dicapai. Untuk memenuhi ESG suatu kawasan maka harus dipastikan energi listrik yang dipergunakan berasal dari sumber yang ramah lingkungan.
Begitu juga dengan penggunaan air bersih, pemanfaatan sungai sebagai sumber air bersih perpipaan lebih ramah lingkungan daripada harus membor air tanah.
Penataan transportasi publik dan lalu lintas juga menjadi keharusan dalam kawasan skala kota agar tiak menimbulkan kemacetan yang akhirnya berpengaruh kepada pemborosan BBM.
Penataan bangunan merupakan hal penting pula yang tidak boleh dilupakan. Kesalahan dalam mendesain bangunan maka akan terjadi pemborosan terhadap penggunaan lampu penerangan dan penggunaan pendingin ruangan.
Limbah
Hal terpenting untuk mewujudkan ESG dalam kawasan skala kota adalah pengolahan limbah terutama plastik. Limbah plastik meski sudah banyak unit bisnis yang melakukan daur ulang, tetapi tetap saja terdapat kebocoran dengan masih ditemukan timbunan sampah plastik di laut maupun pesisir. Bahkan, volume sampah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) juga masih problem yang sulit diselesaikan sampai saat ini.
Persoalan sampah menjadi pekerjaan rumah sejumlah pemerintah daerah. Kunci penanganan dari persoalan sampah ini bagaimana dapat direduksi sejak awal agar tidak menjadi beban TPA.
Kasus TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat yang terbakar menjadi bukti persoalan sampah tidak boleh dianggap remeh. Hal serupa juga di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat yang apabila tidak segera ditangani bisa menjadi persoalan di kemudian hari.
Kesadaran masyarakat sangat berperan dalam pengolahan sampah. Kebiasaan untuk memilah sampah setidaknya sudah memberikan solusi terhadap lingkungan.
Dengan memilah sampah berbahan kertas, kaca, besi, dan plastik tentunya akan memudahkan melakukan daur ulang. Lanas untuk sampah organik bisa lewat budi daya maggot (larva) untuk pakan ikan atau untuk pupuk kompos. Dengan cara-cara demikian tentunya sudah sangat membantu mengurangi beban sampah di TPA.
Masih dalam upaya mengurangi sampah, Living Lab Ventures (Ventura Korporasi Sinar Mas Land) bersama dengan Siklus meresmikan proyek perdana solusi ritel berkelanjutan di BSD City wilayah Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang.
Prinsip dari retail ramah lingkungan yang dikembangkan ini tidak ada limbah atau sampah yang keluar. Seluruhnya memanfaatkan wadah secara berulang-ulang. Nantinya apabila program ini sukses maka bakal diaplikasikan pada kota-kota lain di Indonesia.
Harus diakui sektor retail selama ini kerap dituding sebagai penyumbang sampah terbesar, meski sudah ada larangan kantong plastik tetapi masih ada kemasan terutama yang berukuran kecil yang menjadi penyumbang limbah rumah tangga.
Terkait hal itu siklus yang dikembangkan sejumlah anak muda memfasilitasi sistem isi ulang (refill) untuk pembelian produk sehari-hari seperti minyak goreng, pembersih, dan produk-produk lainnya.
Ada dua cara yang diterapkan, yakni pembeli menyediakan wadah lama untuk diisi ulang atau bisa juga saling bertukar wadah yang kosong dengan wadah yang sudah diisi.
Sistem retail berkelanjutan itu juga kian dimudahkan, karena sudah tersedia aplikasi untuk membelinya. Produk langsung diantar ke rumah pembeli. Uniknya lagi, kendaraan yang dipergunakan untuk mengantar produk tersebut bertenaga listrik baik itu roda empat maupun roda dua.
Layanan yang menarik dan ramah lingkungan itu yang kemudian membuat Living Lab Ventures selaku lembaga pembiayaan ventura Sinar Mas Land menjadi inkubator terhadap Siklus selaku perusahaan rintisan (startup).
Siklus sendiri saat ini sudah tersedia di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi (Jadetabek), bersanding dengan sejumlah bulk store (toko curah) yang bisa diakses dengan membawa kemasan sendiri. Prinsip keduanya sama yakni peduli terhadap lingkungan serta tidak ada sampah (zero waste).
Dengan kehadiran toko-toko ramah lingkungan ini diharapkan persoalan sampah, terutama yang berbentuk kemasan, di kota-kota besar di Indonesia, dapat diselesaikan.