Jakarta (ANTARA) - Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Muhamad Mardiono mengatakan perlu adanya inovasi pengolahan pangan lokal untuk mengurangi tingkat kehilangan dan pemborosan makanan (food loos and food waste).
UKP RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan itu di Jakarta, Sabtu, menggandeng praktisi dan pakar bidang pangan untuk melahirkan berbagai inovasi pangan dalam gerakan nasional pengurangan kehilangan dan pemborosan pangan (food loos and food waste).
“Kiprah mereka (praktisi dan pakar pangan) sangat kita nantikan untuk melakukan inovasi pengolahan pangan lokal sehingga tak perlu lagi ada pangan yang hilang atau terbuang karena diolah dengan efisien dan disukai masyarakat,” kata Mardiono dalam FGD bertema Inovasi Pengolahan Pangan Lokal Sebagai Gerakan Nasional Pengurangan Kehilangan dan Pemborosan Makanan.
Dalam FGD itu, turut hadir perwakilan dari Indonesia Chef Association (ICA), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Food Bank of Indonesia (FOI), islamic Chef en Kulinery Indonesia (ICCI), Asosiasi Chef Halal Indonesia, serta para penggiat pangan lokal.
Mardiono mengatakan akan mendukung gerakan pengurangan “food loss dan food waste” yang telah diinisiasi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar menjadi gerakan nasional yang membudaya.
“Saya berharap seluruh stakeholder terlibat dalam gerakan ini termasuk para koki, praktisi pangan lokal, masyarakat, akademisi, perwakilan pelaku bisnis pangan, UMKM, serta media sebagai instrumen penyebaran informasi,” kata dia.
Menurut dia, Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang bernilai gizi sangat tinggi termasuk rempah-rempah yang melimpah, pangan lokal, dan menu tradisional di setiap daerah.
Hal itu dapat menjadi modal untuk mewujudkan ketahanan pangan sehingga masyarakatnya bebas dari ancaman kekurangan gizi kronis (stunting) dan kemiskinan ekstrem.
Mardiono menekankan pentingnya gerakan pengurangan food loss and food waste karena sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya di dunia.
“Bahkan akibat sampah makanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi mencapai Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia,” kata dia.
Di sisi lain, sampah makanan juga menyumbang 8-10 persen emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Berdasarkan data The United Nations Environment Programme (UNEP), Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai negara dengan produksi sampah makanan terbesar di dunia setelah China, India, dan Nigeria dengan total sampah makanan mencapai 21 juta ton setiap tahun.
Mardiono mengatakan bahwa harus menjadi perhatian banyak pihak untuk meningkatkan komitmen dalam mengurangi hingga setengahnya limbah pangan per kapita global di tingkat ritel dan konsumen, serta mengurangi kehilangan makanan sepanjang rantai produksi dan pasokan, termasuk kehilangan setelah panen pada 2030 sesuai target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.