Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa tindakan pengawasan, edukasi dan perlindungan konsumen berperan sangat krusial untuk meningkatkan kepercayaan konsumen di Tanah Air.
Dengan meningkatnya kepercayaan konsumen, lanjutnya, dapat meningkatkan transaksi di dalam Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sehingga akan menggerakkan perekonomian nasional.
“Bahwa kepercayaan masyarakat akan meningkatkan transaksi dan menggerakkan perekonomian, dan mewujudkan cita cita bersama, yaitu tingkat inkusi keuangan mencapai 90 persen pada akhir tahun 2024 nanti,” ujar Kiky, panggilan akrab Friderica Widyasari Dewi, dalam webinar bertajuk “Mengenal Lebih Jauh Pengaturan UU P2SK dalam Rangka Penguatan Literasi, Inklusi, dan Pelindungan Konsumen” di Jakarta, Kamis.
Sementara itu, lanjutnya, bagi pelaku LJK, penerapan perlindungan konsumen akan membawa budaya dan perilaku yang berorientasi kepada konsumen, yang akhirnya akan menciptakan customer loyalty dan memelihara hubungan jangka panjang antara LJK dengan konsumen.
“Bagi konsumen, perlindungan konsumen akan kokoh meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk- produk dan layanan keuangan di Indonesia,” ujar Kiky.
Kiky mengungkapkan, OJK saat ini sedang menyiapkan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat.
RPOJK itu sesuai dengan amanat Undang- Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dimana salah satu tugas OJK yaitu melakukan pengawasan perilaku pelaku jasa keuangan, serta pelaksanaan edukasi dan perlindungan konsumen.
Hingga 20 Oktober 2023, OJK mencatat telah terdapat 18.010 pengaduan yang masuk sepanjang tahun ini, atau meningkat dibandingkan sebelumnya sebanyak 14.711 pengaduan sepanjang tahun 2022.
Lalu, seluruh layanan yang diterima dan ditindaklanjuti oleh OJK untuk konsumen mencapai sebanyak 229.536 hingga periode tersebut.
Kemudian, dari 4.743 iklan yang dipantau, OJK menemukan sebanyak 195 iklan melakukan pelanggaran, diantaranya pelanggaran perjanjian baku, petugas penagihan, pemasaran produk tidak sesuai profil konsumen, hingga miss selling.