Jakarta (ANTARA) - Pada 15 Mei 2023, dalam semifinal Piala Afrika U-17 2023, Maroko menang dramatis lewat adu penalti 6-5 atas Mali setelah bermain 0-0 sepanjang waktu normal pertandingan itu.
Mirip perjalanan Mali selama Piala Dunia U-17 2023, saat itu Mali juga menjadi tim yang lebih menekan dan mendikte lawan sampai peluang gol yang tercipta pun tiga kali lebih banyak dari yang dibuat Maroko.
Saat itu kedua tim memasang formasi 4-3-3, tapi selama di Indonesia, kedua tim lebih sering memasang empat atau lima gelandang.
Enam bulan silam itu Maroko digempur habis-habisan. Maroko pasti tak ingin hal itu terjadi lagi kala mereka bertemu lagi dengan Mali dalam perempat final Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Manahan, Solo.
Yang pasti, baik Maroko maupun Mali akan berusaha keras membuka jalan guna menjadi negara Afrika ketiga setelah Nigeria dan Ghana yang menjuarai Piala Dunia U-17.
Mali nyaris menjuarai turnamen FIFA ini ketika mencapai final edisi 2015.
Di partai puncak mereka menyerah 0-2 kepada Nigeria yang di antara golnya diciptakan oleh pemain yang kini menjadi salah satu bintang Liga Italia, Victor Osimhen.
Piala Dunia U-17 di Indonesia juga Piala Dunia U-17 yang keenam bagi Mali, yang pernah menempati peringkat keempat pada 2017 dan perempat final 1997 serta 2001. Mereka juga sudah dua kali menjuarai Piala Afrika U-17, pada 2015 dan 2017.
Sebaliknya, Piala Dunia U-17 ini adalah turnamen U-17 level dunia kedua yang diikuti Maroko setelah edisi 2013. Saat itu Singa Atlas Muda terhenti pada babak 16 besar.
Dengan masuk perempat final Piala Dunia U-17 di Indonesia, Maroko sudah mencetak sejarah baru.
Impian skuad muda Maroko sendiri lebih dari itu. Mereka ingin meniru sukses tim seniornya yang tahun lalu di Qatar menjadi tim Afrika dan Arab pertama yang mencapai semifinal Piala Dunia.
Namun, mereka menghadapi ujian berat dari tim yang nyaris menghentikan mereka dalam Piala Afrika U-17 2023.
Tidak saja relatif akrab dengan turnamen ini, Mali juga bernafsu mencetak sejarah yang gagal mereka torehkan delapan tahun silam.
Namun selama turnamen ini, Mali menjadi tim yang mengesankan sekali. Kecuali saat melawan Spanyol pada fase grup, Mali menjadi tim yang lebih menekan ketika menaklukkan Uzbekistan, Kanada dan Meksiko.
Mereka merajalela di semua sektor lapangan. Berdasarkan catatan FIFA, Mali menjadi tim yang menciptakan peluang gol tepat sasaran yang terbanyak.
Mereka berbahaya baik di luar maupun di dalam kotak penalti lawan. Mereka juga memasuki sepertiga akhir lapangan, dari tiga saluran sekaligus; kiri, kanan, dan tengah.
Formula baru
Pelatih Mali Soumaila Coulibaly mungkin tak akan lagi memasang tiga gelandang dalam pola 4-3-3. Dia akan mencoba formula baru yang sejauh ini efektif membuat Mali sulit ditembus lawan tapi juga efektif merusak permainan lawan.
Mali tiga kali menang dalam skor besar, masing-masing 3-0 dari Uzbekistan, 5-1 dari Kanada yang keduanya terjadi selama fase grup, dan 5-0 dari Meksiko dalam 16 besar, karena merangkul formula ini.
Formula itu adalah menempatkan lima gelandang dalam formasi 4-2-3-1. Di sini, Coulibaly akan kembali menempatkan gelandang tengah Hamidou Makalao dan Sekou Kone di jantung permainan Elang Muda. Sejauh ini duet gelandang tengah ini efektif mengatur tempo permainan.
Untuk lini pertahanan, Issa Traore dan Baye Coulibaly, akan kembali menjadi dua palang pintu yang melindungi kiper Bourama Kone yang baru kebobolan dua gol. Mereka akan diapit Moussa Traore dan Souleymane Sanogo di sayap kiri dan kanan pertahanan Mali.
Jika duet Issa Traore-Baye Coulibaly tangguh menjaga lini belakang, maka para gelandang dan striker Mali sangat tajam menggedor lawan. Mereka sudah 13 kali menjebol gawang lawan. Untuk itu, mereka kemungkinan besar kembali menjadi starter.
Namun, Coulibaly masih tanpa striker Mamadou Doumbia yang terkena larangan tiga pertandingan akibat kartu merah saat Mali kalah 0-1 dari Spanyol pada fase grup.
Sebagai gantinya, Ibrahim Kanate kembali menjadi ujung tombak serangan Mali, yang akan diapit Mahammoud Barry di sayap kiri dan Ibrahim Diarra di kanan, sedangkan Ange Martial Tia berada tepat di belakangnya.
Keempat pemain itu sudah mencetak minimal dua gol. Mahamoud Barry mencetak tiga gol, sama dengan Mamadou Doumbia. Diarra dan Kanate sudah dua gol, sementara Martial Tia mencetak satu gol, sama dengan gelandang Hamidou Makalou dan Ousmane Thiero.
Lebih defensif
Menghadapi lawan yang memiliki pemain-pemain haus gol seperti itu, Maroko sepertinya bakal mengadopsi pendekatan yang lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengamankan gawang dari teror lini depan Mali.
Pelatih Maroko Said Chiba akan melindungi secara ekstra pertahanan Singa Atlas Muda, seperti saat mengimbangi Iran 1-1 dalam laga 16 Besar yang mereka menangkan lewat adu penalti.
Chiba kemungkinan memasang lima gelandang dengan orientasi lebih defensif ketimbang yang diterapkan Soumaila Coulibaly untuk Mali. Maroko juga akan cenderung mengandalkan serangan balik
Dalam sistem ini, Ayoub Chaikhoun dan Mohamed Amine Katiba akan lebih berfungsi sebagai gelandang bertahan yang melapis duet bek tengah, Saifdine Chlaghmo dan Abdelhamid Ait Boudlal, sebelum Mali bisa mengusik penjaga gawang Taha Benrhozil.
Duet bek sayap Fouad Zahaouni dan Hamza Koutoune bakal menjadi dua pemain Maroko yang paling repot.
Selain harus menahan gempuran sayap serangan Mali, mereka harus kreatif membuka kanal serangan dari sayap sehingga Mohamed Hamony yang eksplosif di sayap kiri dan Naoufel El Hannach di sayap kanan, bisa optimal membawa Maroko memanfaatkan peluang yang mungkin sedikit tapi sudah cukup mengantarkan timnya unggul.
Satu gol sudah cukup bagi Maroko. Dan ini akan menjadi tugas utama Anas Alaoui atau Zakaria Ouzane yang kemungkinan menjadi ujung tombak serangan Maroko.
Sebenarnya agak sulit memprediksi hasil akhir laga ini. Mali mungkin tim paling eksplosif selain Argentina, tapi Maroko adalah tim yang tak mudah dijarah lawan. Satu hal yang mesti dihindari Mali adalah tak boleh membiarkan Maroko membawa laga ini ke adu penalti.
Jika itu terjadi, mimpi buruk bakal menimpa Mali. Bukan saja karena Maroko baru saja menyingkirkan Iran lewat adu penalti, tapi juga karena Mali sendiri disingkirkan oleh tim yang sama lewat adu penalti, dalam semifinal Piala Afrika U-17 2023.
Pemenang laga ini akan menghadapi Uzbekistan atau Prancis, dalam semifinal di Stadion Manahan, Solo, 28 November mendatang.
Baca juga: Pelatih Prancis masih buta dengan kekuatan Uzbekistan di perempat final
Baca juga: Preview Jerman versus Spanyol, pembuktian dua filosofi besar sepak bola