Jakarta (ANTARA) - Desainer dari Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Naniek Rachmat biasanya meminta desainer-desainer pemula termasuk di daerah untuk melihat tren busana dunia selama 10 menit setiap hari, demi membuka mata mereka soal pasar.
"Saya kasih PR mereka awam sehingga melatih mata untuk melihat desain desainer-desainer di sana yang notabene sudah branding-nya bagus. Sehari 10 menit. Saya kasih PR dulu 1 bulan. Dengan 1 bulan, sudah beda mereka mendesainnya," kata dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/1).
Untuk target pasar Indonesia, Naniek menyarankan para perancang melihat tren spring/summer karena busana musim itu yang terjual di tanah air.
Naniek yang menjadi juri di kompetisi Indonesia Young Fashion Designer Competition (IYFDC), wadah bagi desainer muda ikut andil melestarikan dan mengembangkan budaya Indonesia lewat karya itu, mengatakan desainer juga harus tahu target pasar mereka, khususnya usia.
"Harus tahu customer-nya siapa misalnya ibu-ibu usia berapa. Kalau desainer umur 30-an pasti menargetkan penjualan untuk usia 30-40 tahun. Kalau usia 20-an, Gen-Z banget, jadi harus melatih dia misal ke (tren) Jepang," jelas dia.
Dia merujuk pada IYFDC tahun ini yang mengusung tema budaya Betawi menyarankan para perancang memikirkan tentang padupadan busana.
"Kalau yang dilepas satu, di-mix dengan yang lain, masih bisa, ini laku di pasaran," kata dia.
Kemudian berbicara lebih lanjut tentang IYFDC 2024, Naniek mengatakan kompetisi ini diikuti 500 orang, lalu dari jumlah ini sebanyak 120 mengirimkan desainnya dan setelah melalui seleksi lalu terpilihlah 42 orang.
Masing-masing perancang kemudian diminta membuat busana dalam wujud yang nyata sebanyak dua buah yakni kategori wanita dan pria.
"Dari hasil ini kami ambil lagi 18, nanti dilombakan untuk mengambil 4 pemenang yang diminta menyiapkan 5 desain baju, " demikian kata Naniek.