Tokyo (ANTARA) - China menuntut Jepang untuk mulai menerapkan sistem pembayaran kompensasi terhadap kerusakan ekonomi akibat pelepasan air limbah radioaktif ke laut dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang rusak.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan kepada Kyodo bahwa sejumlah petinggi China sudah beberapa kali menyampaikan permintaan itu kepada Jepang tahun lalu, tetapi Jepang menolak dengan dalih bahwa Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyimpulkan pembuangan air limbah itu aman.
Kendati demikian, China kemungkinan besar tidak akan mencabut tuntutannya.
Sementara itu, Beijing telah memberlakukan larangan impor semua produk makanan laut dari negara tetangganya itu sejak pembuangan air limbah dimulai pada Agustus 2023.
Kedua negara itu akhirnya berselisih soal larangan impor dari China. Jepang telah mendesak China untuk segera mencabut pembatasan perdagangan itu, tetapi Beijing menuduh Tokyo membuang air yang terkontaminasi limbah nuklir.
Pada Juli 2023, IAEA menyerahkan laporan kepada Jepang yang menyimpulkan bahwa pelepasan air PLTN Fukushima sesuai standar keselamatan global dan dampak radiologis pembuangan itu terhadap manusia dan lingkungan dapat diabaikan.
Namun, China menegaskan bahwa pembentukan sistem pembayaran kompensasi merupakan satu dari "tiga mekanisme utama" untuk menangani masalah pembuangan air limbah, selain membangun sistem pemantauan mereka sendiri dan berdialog dengan Jepang.
Seorang sumber juga mengatakan bahwa China kemungkinan mengusulkan kompensasi untuk mendapatkan pengaruh dalam negosiasi dengan Jepang mengenai masalah pembuangan air.
Pada pertemuan terakhir di San Francisco pada November 2023, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Presiden China Xi Jinping bersepakat untuk mencari cara menyelesaikan masalah itu melalui konsultasi dan dialog konstruktif. Kedua pemimpin juga menegaskan bahwa pembicaraan itu akan didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Pada Januari, Jepang dan China mengadakan pertemuan daring yang melibatkan Tokyo Electric Power Company Holdings Inc. dan operator PLTN Fukushima mengenai larangan impor oleh Beijing dan masalah lainnya, tetapi tidak ada kemajuan yang dicapai dalam pertemuan itu.
Sumber: Kyodo-OANA