"Kata tempe pertama kali muncul dalam Serat Centhini. Centhini adalah suatu buku tentang kehidupan masyarakat Jawa pada abad ke-16," kata Made dalam lokakarya tentang lika-liku tempe yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Serat Centhini memuat kata tempe pada jilid 3, 4, 5, 6, dan jilid 10, 11, 12. Keberadaan kata tempe dalam Serat Chentini menandakan tempe sudah menjadi panganan lokal masyarakat selama lebih dari 450 tahun.
Made mengemukakan budaya tempe berakar dari tradisi masyarakat Jawa yang dikaitkan dengan berbagai ritual dan kegiatan masyarakat, seperti ritual sunatan, ritual kehamilan, maupun ritual minta hujan.
"Ada banyak ritual masyarakat Jawa yang melibatkan tempe," ujarnya.
Di Indonesia, kata dia, awalnya tempe ada di sekitaran Yogyakarta. Sedangkan, pusat-pusat tempe berada di Malang, Purwokerto, Bandung, dan Pekalongan.
Made mengungkapkan bahwa program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah sekitar tahun 1970-an telah menyebarluaskan pengaruh tempe ke dalam kuliner Nusantara.
"Masyarakat Jawa yang mengikuti program transmigrasi membawa budaya tempe ke daerah tujuan transmigrasi. Kini tempe sudah dikenal oleh seluruh masyarakat di Indonesia," katanya.
Ia menjelaskan tempe adalah bahan pangan yang bisa diolah menjadi produk apa saja, seperti sushi tempe, cookies tempe, steak tempe, hingga pizza tempe.
Beberapa mahasiswa yang sekolah di luar negeri juga membawa budaya tempe, bahkan melakukan penelitian tempe. Ketika zaman penjajahan kolonial ada beberapa ilmuwan yang berkunjung ke Indonesia mengenal tempe, kemudian kembali ke negaranya membawa tempe.
"Ada 27 negara di dunia yang mengonsumsi tempe. Tempe diproduksi oleh masyarakat setempat dan dikonsumsi masyarakat setempat," kata Made.
Saat ini tempe menjadi satu dari sembilan superfood dunia karena tinggi gizi dan mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Menurut Made, hal itu menjadi salah satu alasan kenapa tempe harus segera diajukan ke UNESCO agar mendapat pengakuan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.
Dia khawatir tempe diklaim oleh negara lain, walaupun sebetulnya kecil kemungkinan diklaim karena Indonesia mempunyai sejarah tempe yang kuat secara tertulis.
"Sekarang tempe diproduksi di mana-mana, tetapi mereka (penduduk mancanegara) mengakui tempe adalah budaya Indonesia. Bahkan, beberapa publikasi internasional dalam pendahuluan juga menyatakan tempe adalah tradisi budaya Indonesia," ujar Made.
Berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dari 15.000 kuliner Nusantara yang diteliti ternyata ada 625 kuliner berbahan dasar tempe.
Kepala Pusat Riset Kesejahteraan Sosial Desa dan Konektivitas BRIN Alie Humaedi mengatakan temuan itu membuktikan bahwa tempe menjadi kekayaan kuliner yang luar biasa dan menjadi makanan khas di Indonesia.
"Ada tempe bacem, tempe goreng, mendoan, dan bermacam-macam. Ada 625 kuliner yang berbasiskan tempe," kata Alie.
Sejarah panjang ratusan tahun membuat lidah masyarakat akrab dengan tempe. Hal itu menjadikan tempe tidak hanya dikonsumsi kalangan masyarakat desa saja, tetapi juga dikonsumsi oleh masyarakat kota.
Alie memandang sejarah panjang peradaban bangsa ini telah menjadi catatan berarti tentang eksistensi tempe, baik ada di dalam prasasti maupun berbagai manuskrip.
"Bukan hanya sudah menempel di dalam prasasti atau manuskrip, tetapi tempe juga menjadi budaya hidup kita dan budaya kuliner kita," tuturnya.