Pontianak (ANTARA) - Ketua Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Barat (Bawaslu Kalbar) Mursyid Hidayat mengatakan pihaknya mencatat sebanyak 45 pelanggaran terkait Pemilihan Legislatif (Pileg) serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 kemarin.
"Total terdapat 45 pelanggaran yang teregistrasi, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Untuk tingkat provinsi, kami mencatat enam pelanggaran, sementara kabupaten dengan jumlah pelanggaran terbanyak adalah Sintang, dengan 14 pelanggaran yang terdaftar," kata Mursyid Hidayat, di Pontianak, Rabu.
Hidayat menjelaskan terdapat tiga jenis pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu, yakni pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu, dan pelanggaran Undang-Undang (UU) lainnya yang berkaitan dengan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Apabila terjadi pelanggaran administrasi, maka akan dilakukan sidang administrasi sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan Bawaslu," tuturnya.
Ia menambahkan bahwa penanganan terhadap pelanggaran tersebut masih berlangsung. Sebagai contoh, dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu di Kecamatan Kendawangan terkait perubahan hasil rekapitulasi di kecamatan tersebut, saat ini sedang dalam tahap klarifikasi.
"Di Bawaslu, prosesnya melibatkan pihak yang dilaporkan, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kendawangan, Bawaslu, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Ketapang, dan prosesnya sesuai dengan penanganan pelanggaran yang telah ditetapkan," katanya.
Mursyid juga menyinggung mengenai pelanggaran UU lainnya yang berkaitan dengan netralitas ASN. Menurutnya, Bawaslu memberikan rekomendasi kepada Komisi ASN terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN oleh Pelaksana Tugas (Pj) Gubernur Kalimantan Barat.
"Kami merekomendasikan dan meneruskan hal ini kepada Komisi ASN," kata Mursyid.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Bawaslu sedang melakukan berbagai persiapan. Salah satunya adalah pendekatan kepada masyarakat untuk berkolaborasi dalam melakukan pengawasan selama pelaksanaan Pilkada.
"Pengawasan ini melibatkan partisipasi masyarakat dari berbagai kelompok, seperti masyarakat adat, perempuan, tokoh agama, dan perguruan tinggi. Mengenai politik uang, penanganannya tetap mengacu pada mekanisme penanganan pidana pemilu. Dalam hal ini, unsur yang bisa dikenai sanksi adalah tim kampanye, pelaksana, dan peserta yang terdaftar di KPU," katanya.