Pontianak (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Kalbar, Inge Diana Rismawanti menyerahkan dua tersangka perpajakan dengan inisial DKS dan HT berserta barang bukti kasus tindak pidana perpajakan ke Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Berkas perkara penyidikan telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Kalbar. Hari ini kami menyerahkan dua tersangka pidana perpajakan," ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Kalbar, Inge Diana Rismawanti di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa tersangka DKS menjabat sebagai Direktur PT AMP yang terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) di KPP Pratama Pontianak Timur.
Tersangka DKS diduga telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berupa dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 huruf d UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
"Tindakan DKS tersebut dilakukan dengan cara melaporkan SPT Masa PPN Januari hingga Desember 2019 namun isinya nihil dan tidak menyetorkan pajak PPN ke kas negara," katanya.
Dalam perkembangannya Tim PPNS juga menemukan fakta dan bukti telah terjadi dugaan tindak pidana perpajakan yang lain di mana DKS bersama-sama dengan HT, tim dari DKS, telah melakukan penerbitan faktur pajak PT AMP kepada pembeli tanpa adanya transaksi yang mendasari/tidak ada transaksi (biasa dikenal dengan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya/ FP TBTS).
Tersangka DKS bersama-sama dengan HT diduga telah menerbitkan Faktur Pajak TBTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39A huruf a juncto Pasal 43 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Perbuatan yang dilakukan tersangka DKS dan HT tersebut terjadi pada tempo Januari sampai Desember 2019 dan telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp870,2 juta.
"Atas perbuatannya tersebut tersangka DKS dan HT terancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar," jelas dia.
Untuk kepentingan penerimaan negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 44B UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
"Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut dapat dilakukan oleh tersangka DKS dan HT setelah tersangka DKS dan HT melunasi kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi administratif berupa denda total sebesar Rp3,6 miliar," ucapnya.
Dalam melakukan penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan, pihak Kanwil DJP Kalbar dengan bantuan Korwas PPNS Kepolisian Daerah Kalbar dan dukungan Kejaksaan Tinggi Kalbar selalu mengedepankan asas ultimum remedium.
“Diharapkan dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar dan sebagai proses edukasi terhadap WP khususnya di wilayah kerja Kanwil DJP Kalbar agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata dia.