Tanjungpinang (ANTARA) - Polres Bintan, Polda Kepulauan Riau (Kepri) mulai melakukan pemeriksaan terhadap dua orang terkait dugaan kasus penghalangan kerja jurnalis, yaitu oknum petugas Satpol PP dan staf DPRD Kabupaten Bintan.
Kasat Reskrim Polres Bintan AKP Marganda Pandapotan Limbong mengatakan pemanggilan kedua orang tersebut berdasarkan laporan aduan yang dibuat oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Tanjungpinang soal pelarangan jurnalis meliput kegiatan rapat dengar pendapat (RDP) di kantor DPRD setempat.
"Keduanya sudah kita periksa guna dimintai keterangan terkait aduan yang ada," kata Limbong di Bintan, Sabtu (3/8).
Dari hasil pemeriksaan sementara, kata dia, kedua orang tersebut bekerja berdasarkan perintah pimpinan. Selain itu, kegiatan RDP di DPRD Bintan saat itu juga diketahui agenda yang terbuka. Keduanya baru diperiksa sebagai saksi.
"Dari keterangan keduanya bekerja didasari perintah atasan mereka. Kemungkinan hari Senin (5/8), kita panggil kembali pimpinan yang bersangkutan," sebut Limbong.
Sebelumnya, Selasa (30/7), Polres Bintan juga sudah memanggil sekaligus memeriksa dua pelapor (jurnalis) yang juga pengurus AJI Tanjungpinang terkait perkara penghalangan kerja jurnalis tersebut.
Sementara, Koordinator Bidang Advokasi AJI Tanjungpinang Muhammad Bunga Ashab berharap penyidik Polres Bintan dapat mengusut tuntas pihak yang memberikan perintah kepada oknum staf DPRD Bintan dan Satpol PP yang melarang sejumlah jurnalis dalam melaksanakan kerjanya.
"Kami berharap siapapun yang terlibat dalam kasus ini bisa segera terungkap," katanya.
Pria yang akrab disapa Choky ini memastikan AJI Tanjungpinang akan terus mengawal laporan tersebut hingga tuntas, bahkan sampai ke meja hijau.
Ia mengatakan AJI Tanjungpinang resmi melayangkan surat aduan ke polisi terkait tindakan pelarangan liputan oleh oknum staf DPRD dan Anggota Satpol PP Bintan terhadap sejumlah jurnalis, Rabu (17/7).
Dalam surat aduan itu, lanjutnya, AJI Tanjungpinang menyatakan jika tindakan yang dilakukan oleh oknum staf DPRD Bintan dan anggota Satpol PP tersebut merupakan tindakan yang keliru, karena melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28F ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 ayat (1).
Dalam Undang-Undang itu dijelaskan jika kebebasan pers adalah hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi, termasuk hak untuk mengambil gambar atau merekam aktivitas di tempat umum.
"Sehingga tidak salah, para jurnalis melakukan peliputan di kantor DPRD Bintan, sebab kawasan itu merupakan aktivitas umum," sebutnya.
Selain itu, tindakan pelarangan itu juga bertentangan dengan Undang-undang tentang Pers Pasal 18 Ayat (1). Pada Pasal itu dijelaskan, menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana dua tahun penjara.
"Atau denda paling banyak Rp500 juta," katanya menegaskan.