Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Silmy Karim mengatakan bahwa senjata api bagi petugas Imigrasi bukan untuk gagah-gagahan, melainkan demi kepentingan penegakan hukum keimigrasian terhadap warga negara asing (WNA).
"Mereka (WNA), dalam beberapa kasus, memberikan perlawanan dan itu terbukti dua anggota saya gugur dalam periode saya menjabat. Di sini perlu untuk dilengkapi dalam konteks keselamatan jiwa anggota saya, bela diri, bukan untuk gagah-gagahan," kata Silmy Karim saat ditemui di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa saat ini, kejahatan transnasional semakin tinggi sehingga perlu peningkatan operasi dan pengawasan. Direktorat Jenderal Imigrasi dituntut untuk bisa secara aktif dan komprehensif dalam menangani WNA yang tidak terlepas dari risiko keselamatan para petugas.
Nantinya, senjata api tersebut hanya diberikan kepada petugas Imigrasi yang bekerja di bidang penegakan hukum. "Ini diberikan untuk penegakan hukum, anggota saya yang melakukan tugas fungsi penegakan hukum," ucap Silmy.
Silmy mengatakan, jenis senjata api yang akan dibekali kepada petugas akan ditentukan lebih lanjut. Adapun penggunaannya akan diawasi oleh pengawasan internal serta diatur lebih jauh dalam peraturan turunan.
"Ya ini (aturan turunan) dalam proses, ‘kan itu melibatkan juga instansi terkait," imbuh dia.
Sebelumnya, Menkumham Supratman Andi Agtas memastikan bahwa penggunaan senjata api bagi petugas Imigrasi akan diatur lebih lanjut dalam aturan turunan, baik peraturan pemerintah maupun peraturan menteri.
Menurut Supratman, aturan turunan itu akan dikeluarkan setelah Rancangan Undang-Undang Keimigrasian yang baru diundangkan. Menkumham pun tidak menampik bakal ada koordinasi dengan pihak kepolisian nantinya.
"Oh pasti. Terkait dengan Undang-Undang Darurat penggunaan senjata api," ujar Supratman saat ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu (25/9).
Sebelumnya (19/9), Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2045 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian (RUU Keimigrasian) menjadi undang-undang.
Salah satu perubahan yang disepakati dalam RUU Keimigrasian adalah penambahan substansi baru Pasal 3 ayat (4) terkait syarat-syarat penggunaan senjata api, serta sarana dan prasarana pejabat Imigrasi tertentu.