Jakarta (ANTARA) - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika memastikan pembangunan Satelit Republik Indonesia-2 (SATRIA-2) tetap berlanjut dan dirancang sebagai twin satellite atau geostasioner kembar.
Kepala Divisi Satelit dan Akses Internet BAKTI Kementerian Kominfo Harris Sangidun mengatakan nantinya kedua satelit itu akan dinamai sebagai SATRIA-2A dan SATRIA-2B.
"Kedua satelit ini dirancang untuk menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi dengan total kapasitas 300 Gigabits per detik. Tujuan utama dari pembangunan satelit ini adalah untuk meningkatkan kualitas layanan internet di Indonesia, sehingga koneksi internet menjadi lebih stabil dan cepat," kata Harris kepada ANTARA, Jumat malam.
Menurutnya proyek SATRIA-2 memang telah masuk dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri 2024- Green Book sejalan dengan Keputusan Kepala Bappenas nomor Kep.25/M.PPN/HK/04/2024.
Ia mengatakan koordinasi untuk menghadirkan SATRIA-2 melengkapi kinerja Satelit Republik Indonesia-1 (SATRIA-1) terus dilakukan antara BAKTI Kominfo dengan Bappenas.
Lebih lanjut, koordinasi tersebut dilakukan sembari pihaknya melakukan pertimbangan permintaan dan mengikuti perkembangan teknologi ke depannya untuk pemenuhan konektivitas digital di Indonesia.
Sebelumnya pada awal 2024, Direktur Utama BAKTI Kementerian Kominfo Fadhillah Mathar mengatakan SATRIA-2 memang diupayakan untuk dibangun agar dapat mendukung konektivitas dari SATRIA-1 yang sebelumnya sudah beroperasi dengan menggunakan skema pendanaan loan agreement.
Wanita yang akrab disapa Indah itu mengatakan karena skema pinjaman luar negeri maka besar kemungkinan SATRIA-2 paling lambat pengadaannya jatuh pada 2025. Hal itu dikarenakan tahapan pinjaman luar negeri memiliki skema yang berbeda dengan pendanaan menggunakan APBN rupiah murni.
"Sebelum ada tahapan loan agreement, kami akan melakukan request for information kepada para penyedia. Setelah loan agreement itu ditandatangani baru kami bisa melakukan penyediaan. Jadi kalau disetujui maka proses pengadaannya itu di 2025 paling telat," kata Indah pada Jumat (8/3).
Nilai investasi pembangunan untuk SATRIA-2 diperkirakan akan memakan biaya sekitar 860 juta dolar AS (Rp 13,3 triliun)