Lumajang, Jawa Timur (ANTARA) - Pawai Ogoh-ogoh yang digelar ribuan umat Hindu di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, penuh toleransi seiring dengan perayaan menjelang Hari Nyepi dan bersamaan umat Islam menyambut Lebaran 2025 pada Jumat (28/3) malam.
Uniknya dalam gelaran itu tidak hanya diikuti umat Hindu, namun umat Islam juga ikut menyambut Hari Raya Nyepi dan Lebaran menyemarakkan pawai Ogoh-ogoh ini dengan melakukan arak-arakan.
Bahkan setiap Ogoh-ogoh yang dibuat juga hasil karya swadaya warga lintas agama. Keguyuban dan kerukunan itu sebagai wujud toleransi umat beragama bagi warga di Kecamatan Senduro.
"Pawai ogoh-ogoh juga sebagai puncak perayaan upacara Tawur Agung Kasanga yang tujuannya untuk membersihkan diri maupun lingkungan dari unsur-unsur negatif. Pawai Ogoh-ogoh dilakukan sebagai bentuk pengusiran bala atau roh jahat," kata Kepala Pembimas Hindu Kanwil Kemenag Jawa Timur Budiono dalam keterangan tertulis di Lumajang, Sabtu.
Menurutnya, ada sebanyak 17 patung Ogoh-ogoh yang ikut serta dalam pawai arak-arakan. Ogoh-ogoh itu merupakan simbol dari Si Butha Kala yakni makhluk yang mengganggu manusia dan pawai itu bertujuan untuk membersihkan segala energi negatif pada diri manusia.
"Selain itu, ritual pawai itu juga untuk menyucikan lingkungan dari malapetaka, sehingga perayaan Nyepi berjalan aman dan tentram. Usai diarak, belasan Ogoh-ogoh ini kemudian dibakar sebagai simbol pemusnahan roh jahat sekaligus pembersihan diri," katanya.
Sementara Ketua Harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung Wira Dharma mengatakan Ogoh-ogoh yang dibakar tak hanya dibakar begitu saja, namun pembakaran Ogoh - ogoh memiliki makna dan harapan agar dunia kembali bersih dan bebas dari segala gangguan makhluk dan roh jahat.
Pawai Ogoh-ogoh yang digelar di Jalan Raya Senduro itu merupakan seremonial setiap tahun pada malam hari sebelum Nyepi dan selalu dibanjiri ribuan warga hingga menyedot perhatian para pengguna jalan raya di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Atraksi dan arak-arakan Ogoh-ogoh saat Upacara Tawur Agung Kesanga diiringi musik tradisional dan diwarnai aksi atraksi para peserta, sehingga cukup memukau dan memeriahkan pawai yang mengelilingi rute kurang lebih empat kilometer yang berujung di lapangan Pura Mandara Giri Semeru.