Jakarta (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Padjadjaran Dr. Lies Sulistiani, S.H., M.Hum., mengatakan bahwa integritas sumber daya manusia pada sistem peradilan harus ditingkatkan karena perilaku korup akibat dari integritas yang rendah dibarengi sifat tamak.
"Perilaku koruptif itu bukan disebabkan oleh besar kecilnya penghasilan seseorang, tetapi lebih pada ranah mental, moral dan integritas," kata Lies saat dihubungi dari Jakarta, Kamis, menanggapi adanya tiga hakim yang terkena operasi tangkap tangan (OTT).
Menurut dia, sistem peradilan di Indonesia sudah cukup baik, begitu juga sistem pengawasan hakim, baik internal oleh Bawas di Mahkamah Agung maupun pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.
Semua pengawasan itu, kata Lies, sudah berjalan baik, hanya saja faktor yang menjadi penyebab terjadinya OTT berada pada SDM sistem peradilan yang masih harus terus ditingkatkan integritasnya.
Jadi, seberapa pun besarnya penghasilan seseorang, jika mereka adalah pribadi yang tamak ditambah integritasnya yang rendah maka korupsi bisa terjadi.
"Untuk itu, prinsip-prinsip pada kode etik dan perilaku hakim harus dapat diinternalisasi menjadi prinsip yang tertanam dalam sanubari dan diwujudkan pada perilaku sehari-hari sehingga tahan dari segala cobaan dan godaan," ujar staf pengajar Fakultas Hukum Unpad itu.
Lies menambahkan apabila nilai-nilai dan prinsip-prinsip tersebut sudah terinternalisasi dalam diri para SDM sistem peradilan maka sistem yang jelek sekalipun bisa menjadi sebuah sistem peradilan yang super dan melahirkan keadilan.
"Apalagi kalau sistem itu memang sudah baik, ditambah SDM-nya yang juga baik maka sempurnalah sistem peradilan bangsa ini," katanya.
Sebelumnya, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur sebagai tersangka dugaan suap atau gratifikasi. Tiga hakim tersebut ialah ED, HH, dan M.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/10) malam, mengatakan selain ketiga hakim tersebut, penyidik juga menetapkan pengacara Ronald Tannur yang berinisial LR sebagai tersangka selaku pemberi suap.
Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 12 huruf e jo Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pengacara LR selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.