Pontianak (ANTARA) - Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat terus berupaya meningkatkan literasi keuangan dan di antara langkah nyatanya melalui Gerakan Menabung Satu Rekening Satu Pelajar (Kejar).
“Inklusi keuangan merupakan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan yang bermanfaat dan terjangkau dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain inklusi keuangan kita juga ingin meningkatkan aspek literasi keuangan sejak dini di antara gencar mendorong Kejar,” ujar Penjabat Wali Kota Pontianak, Ani Sofian di Pontianak, Jumat.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2024, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen lebih rendah dibanding indeks keuangan sebesar 75,02 persen.
Untuk Provinsi Kalbar tercatat indeks literasi keuangan sebesar 51,954 atau 2,27 lebih tinggi di atas rata-rata nasional. Sementara untuk indeks inklusi keuangan tercatat sebesar 84,164, atau 0,944 sedikit lebih rendah di bawah rata-rata nasional.
Ani Sofian menilai, literasi keuangan harus dibangun bersama sehingga masyarakat bisa lebih memahami pengelolaan keuangan.
“Untuk itu diperlukan kolaborasi dan sinergi meningkatkan literasi dan inklusi keuangan daerah. Saya mengimbau pelaku usaha jasa keuangan di Kota Pontianak dalam menjalankan bisnisnya untuk tidak hanya mengedepankan sisi bisnisnya, tetapi juga faktor edukasi,” kata dia.
Ani Sofian meminta kepala sekolah di SMP se-Kota Pontianak untuk turut berperan aktif dalam mendorong edukasi manfaat menabung kepada pelajar. Ke depan, Pemerintah Kota Pontianak lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Pontianak akan menyusun integrasi literasi finansial dalam semua mata pelajaran mulai dari tingkat SD sampai SMP.
“Era digital saat ini diwarnai dengan munculnya perusahaan baru dengan memanfaatkan perkembangan teknologi,” imbuhnya.
Perkembangan teknologi menciptakan perubahan signifikan dalam dunia keuangan. Mulai dari munculnya e-commerce dan financial technology (fintech). Keduanya saling bersinergi satu sama lain.
“Salah satu yang paling signifikan terkena dampak perubahan adalah gaya hidup yaitu pinjaman atau kredit. Kemudahan ini diikuti berbagai tantangan, yakni meningkatnya kejahatan di sektor jasa keuangan yang bisa merugikan masyarakat,” sebut Ani Sofian.
Ia berharap melalui momentum inklusi daerah ini edukasi sosialisasi pencegahan fintech ilegal terus digencarkan.
“Saya harap kepala sekolah dan guru lebih memahami terlebih dahulu manfaat yang ditawarkan, sehingga memastikan fintech telah terdaftar dan memenuhi prosedur dari OJK dan mencegah fintech ilegal,” tutupnya.
Untuk implementasi program Kejar pada 2024, Pemerintah Provinsi Kalbar mengalokasikan anggaran PBP pada APBD Tahun 2024 sebesar Rp197,518 miliar dari pagu anggaran murni untuk pelajar jenjang SMA/SMK/SLB Negeri se-Kalbar. Untuk Triwulan II - 2024 telah tersalur sebesar Rp97, 581 miliar kepada 80.900 pelajar.